RI Perlu Berdiri Teguh, Tidak Berkompromi dengan Vietnam
- Pemprov Jabar
Dalam proses perundingan, Indonesia berkali-kali mengusulkan menambahkan konten kerja sama pemberantasan IUU Fishing di wilayah tumpang tindih yurisdiksi dalam Pengaturan Pelaksana, namun ditolak Vietnam dengan alasan IUU Fishing bukan merupakan bidang kerja sama utama.
Dari hal tersebut, dapat terlihat Vietnam tidak berniat memberantas kegiatan IUU Fishing yang dilaksanakan nelayannya, dan hal ini juga menunjukkan ketiadaan iktikad baik dan ketiadaan semangat kerja sama atas proses perundingan.
Mengenai kewajiban terkait perlindungan lingkungan laut, Vietnam bersikap ambigu dan berupaya memberikan ruang bagi kegiatan ilegalnya.Â
Misalnya, RI berharap Pengaturan Pelaksana dapat memperjelaskan kewajiban kedua belak pihak untuk melindungi dan menjaga lingkungan laut, namun Vietnam menganggap usulan RI ini berpotensi melampaui cakupan UNCLOS, maka tidak bersedia memasukkan usulan tersebut ke dalam Pengaturan Pelaksana.
Selain itu, Frame-trawl Fisheriers yang diusulkan oleh Vietnam untuk menangkap sedentary species masih memiliki risiko kerusakan lingkungan laut. Karena metode ini merupakan metode tangkap dominanÂ
yang digunakan nelayan Vietnam untuk menangkap teripang dan kerangkerangan, yang berarti Frame-trawl Fisheriers ini mirip dengan bottom trawl.Â
Bottom trawl adalah metode penangkapan ikan yang secara tegas dilarang di Indonesia dan akan berdampak buruk terhadap keanekaragaman kehidupan akuatik.
Menurut laporan dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 15 Desember 2023, industri perikanan Vietnam, khususnya penangkapan ikan yang menggunakan bottom trawl, telah merusak lingkungan laut secara serius.
Meskipun upaya penangkapan ikan meningkat, hasil tangkapan mengalami stagnasi sejak tahun 1990an, stokÂ
ikan secara keseluruhan di LCS hampir habis. Pada 4 Mei 2024, kapal patrol Orca 02 milik KKP menangkap dua kapal trawl Vietnam di Laut Natuna Utara. Sebanyak 15 awak kapal asing ditangkap dan 15 ton ikan ilegal disita.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Pung Nugroho Saksono, di Batam, mengatakan bahwa penangkapan tersebut berawal dari aduan nelayan Natuna Utara yang resah, dan dua kapal Vietnam itu telah ditarik ke pangkalan PSDKP Batam untuk disidik.
"Kapal ini sudah meresahkan nelayan lokal. Penggunaan trawl (pukat harimau) merusak terumbu karang. Kerusakan ekologi yang terjadi jauh lebih besar daripada kerugian ekonomi, " kata Pung Nugroho.