DPR Ungkap Penjualan Pertamax Terjun Bebas Buntut Kasus Korupsi Pertamina
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta, VIVA – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi mengungkap bahwa penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax mengalami penurunan drastis, buntut kasus korupsi yang menjerat Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan oleh Kejaksaan Agung.Â
Begitu disampaikannya dalam rapat Komisi XII DPR RI bersama PT Pertamina Patra Niaga dan sejumlah produsen BBM dan operator SPBU, hari ini di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025. Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya menyebut modus dalam kasus itu yakni mengoplos Pertalite menjadi Pertamax.
"Saya tanya juga pada Pertamina terjadi penurunan yang cukup drastis (penjualan Pertamax)," kata Bambang.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi
- DPR RI
Karena itu, Bambang meminta jangan sampai kasus ini membuat kepercayaan publik terhadap kualitas Pertamax menjadi turun. DPR, tegas dia, mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Kejagung terhadap kasus yang diperkirakan merugikan keuangan negara Rp 193,7 triliun itu.
"Jangan sampai trust publik atas kasus hukum yang sedang berproses silakan saja, kami sangat mendukung," ujarnya.
Untuk menjaga kepercayaan publik, dia meminta PT Pertamina Patra Niaga untuk menjelaskan proses penentuan research octane number (RON) ke masyarakat melalui forum rapat dengan DPR. "Tapi kami juga ingin publik harus tahu, bagaimana penentuan RON itu," kata Bambang.Â
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya menilai korupsi berjamaah dalam kurun waktu lima tahun yang melibatkan kerjasama dari para jajaran direksi dan petinggi antar anak perusahaan menjadi potret bahwa sindikat dan permufakatan jahat di lingkungan Pertamina terjadi terus menerus.
Naasnya lagi, kata Asep, tindakan perbuatan melawan hukum ini dilakukannya dengan cara melakukan mark up harga yang merugikan negara dan menipu rakyat dengan cara menjual barang yang tidak sepatutnya.
"Ini parah dan luar biasa. Seruan mesti tegaknya ahlak di lingkungan Kementerian BUMN pun diluluhlantakan oleh salah satu BUMN terbesar dan katanya berkelas dunia. Saran saya, lakukan audit total dan pemeriksaan secara menyeluruh oleh pihak yang betul-betul independen dan berkredibilitas tinggi atas kondisi keuangan dan manajemennya," kata Ketua DPP Partai Nasdem tersebut.Â
Jika perlu, Asep menekankan, agar diperiksa seluruh transaksi bisnis di Pertamina. Lebih lanjut ia menerangkan, Kejaksaan pun harus memeriksa seluruh pegawai Pertamina yang terlibat. "Jangan hanya elitnya saja. Pasti ada pelakunya di lapangan juga," ujarnya.
Dengan preseden korupsi yang dilakukannya, mulai dari me-mark up harga pembelian, mengoplos BBM, mengangkut dan memasarkannya ke masyarakat dengan melibatkan beberapa anak perusahaan inti di Pertamina. "Saya kira apa yang terjadi dalam kasus korupsi di Pertamina merupakan kejahatan yang sistemik dan terorganisir (organized crime). Jadi, saya kira pihak Kejaksaan mendapatkan momentum untuk melakukan bersih-bersih secara menyeluruh hingga ke akar-akarnya," ujarnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan sebagai tersangka korupsi. Modus dugaan korupsi yang menjerat Riva ialah dengan mengoplos BBM jenis Pertalite menjadi Pertamax. Akibatnya, negara merugi hingga sebesar Rp 193,7 triliun.
Selain Riva, ada enam orang lainnya lain yang turut ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Mereka antara lain Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; serta AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Kemudian, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.