Colek Fadli Zon, Megawati Singgung soal Perbedaan dan Sejarah
- Youtube Sekretariat Presiden
Jakarta, VIVA – Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung soal penulisan sejarah yang diusulkan oleh Kementerian Kebudayaan. Ia pun langsung mengingatkan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon bahwa budaya Indonesia itu luas.
Hal tersebut diungkapkan Megawati saat acara pembukaan pameran foto Guntur Soekarnoputra di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 Juni 2025.
Awalnya Megawati membahas soal TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967. Ia menambahkan bahwa orang Indonesia suka lupa akan siapa dirinya.
"Ketika Bung Karno itu dijatuhkan TAP, namanya TAP-nya itu MPRS Nomor 33 Tahun 1967, itu tidak pernah orang mencoba bertanya, kenapa sih TAP itu dijatuhkan? Sepertinya, saya suka bilang, kalau ada nyanyian sunyi sepi sendiri, itu saya pikir ini orang Indonesia lupa bahwa mereka orang Indonesia," kata Megawati.
Presiden ke-5 RI itu menegaskan bahwa sejarah seolah dipotong dan hanya diingat pada zaman orde baru saja. Ia mengaku menjadi orang Indonesia tidaklah mudah.
"Menjadi Indonesia itu bukannya gampang, tapi sekarang sepertinya sejarah itu hanya dipotong, cap, diturunkan TAP ini, lalu yang namanya sejarah itu hanya ketika zaman Orde Baru," ucap Megawati.
Megawati lalu menyapa Fadli Zon yang juga hadir dalam acara tersebut. Ia menyampaikan berbeda itu diperbolehkan, seperti konsep Bhinneka Tunggal Ika.
"Ini kebetulan ada Pak Menteri Kebudayaan, kita boleh berbeda, Bung Karno juga bilang begitu, malah dibuat namanya Bhinneka Tunggal Ika, bermacam-macam, tapi satu jua, tapi jangan, jangan sepertinya, terus ada bagian dari manusia Indonesia, sepertinya dibedakan," kata dia.
Namun Megawati mengingatkan Fadli Zon untuk tidak berbicara soal kebudayaan saja. Ia mengutip pernyataan Presiden ke-1 RI, Ir Soekarno untuk tidak melupakan jas merah.
"Kita melupakan sejarah, itu makanya Bung Karno pernah bilang, ingat selalu jas merah, jangan melupakan sejarah. Ayo, Pak Menteri Kebudayaan, jangan asal berbicara soal kebudayaan saja," ujar Megawati.