Jusuf Kalla Bicara Kunci Sukses Melakukan Mediasi Perdamaian, Apa Itu?

Jusuf Kalla menjadi pembicara kunci seminar 'The Future of Peace Mediation'
Sumber :
  • ANTARA/Kuntum Riswan

Jakarta, VIVA – Salah satu kesuksesan menyelesaikan konflik perdamaian yang dilakukan oleh Jusuf Kalla, adalah konflik pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM, yang sudah berlangsung puluhan tahun.

KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam di Selat Bali, 31 Orang Selamat dan 4 Tewas

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia Jusuf Kalla menyoroti bahwa 'rasa percaya' merupakan salah satu elemen krusial dalam keberhasilan proses mediasi untuk menyelesaikan konflik.

Pernyataan mantan wakil presiden yang akrab di sapa JK tersebut, merujuk pada keberhasilan proses mediasi antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia yang mana saat itu dirinya menjadi salah satu inisiator utama dalam proses mediasi.

Eks Gubernur Sumsel Alex Noerdin Jadi Tersangka Korupsi Revitalisasi Pasar Cinde

“Kepercayaan, cepat, dan keputusan langsung. Kita bisa mewujudkan (perdamaian). Sangat penting itu adalah kepercayaan,” kata Jusuf Kalla saat menjadi pembicara kunci dalam seminar bertajuk The Future of Peace Mediation di Jakarta, Senin, seperti dikutip dari Antara.

Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Indonesia telah menghadapi 15 konflik besar sejak merdeka pada 1945.

Direktur RS Indonesia dan Keluarga di Gaza Tewas Akibat Serangan Israel

Konflik besar yang dimaksud JK adalah konflik yang mengakibatkan lebih dari 2.000 orang meninggal dunia. Sebanyak 10 dari 15 konflik besar tersebut terjadi akibat adanya ketimpangan, baik ketimpangan ekonomi, sosial maupun politik.

Konflik di Aceh yang menjadi konflik besar dalam sejarah Indonesia, kata JK, utamanya disebabkan oleh adanya ketimpangan ekonomi karena Aceh yang kaya akan minyak bumi dan gas alam tidak dapat menikmati hasilnya.

Mantan wakil presiden tersebut menuturkan pada saat itu, pemerintah berusaha untuk bersikap netral dalam proses mediasi perdamaian karena konflik di Aceh merupakan konflik horizontal — konflik antara masyarakat dengan pemerintah — yang bertujuan untuk memerdekakan Aceh dari Republik Indonesia.

“Dan itulah sebabnya saya bersama pemerintah benar-benar netral. Saya mengatakan saya juga akan bersikap netral sekarang. Mari kita selesaikan konflik nasional antara Aceh dan pemerintah. Sekarang kita mulai belajar, jika ingin belajar, sebaiknya mulai dulu dari sejarahnya — siapa pemimpinnya saat itu,” tutur Jusuf Kalla.

Kendati demikian, lanjut JK, terdapat ketidakpercayaan dalam proses mediasi karena saat itu ribuan warga Aceh ditangkap oleh polisi yang menyebabkan tumbuhnya rasa saling curiga.

Tsunami yang melanda Aceh 26 Desember 2004, menjadi titik balik dari proses mediasi karena dampak dari tsunami tidak bisa diselesaikan tanpa adanya perdamaian. Oleh karena itu, JK meminta presiden saat itu yakni Susilo Bambang Yudhoyono agar memberinya waktu enam hingga tujuh bulan untuk melakukan negosiasi.

JK dengan persetujuan Presiden SBY, menunjuk Presiden Finlandia saat itu, Martti Ahtisaari sebagai mediator proses perdamaian. Kendati demikian, JK mengaku bahwa dirinya lupa untuk memberikan surat penunjukan resmi Ahtisaari sebagai mediator karena tengah menghadapi persoalan tsunami.

Namun, dikarenakan adanya rasa saling percaya antara keduanya, Ahtisaari tetap melanjutkan perannya sebagai mediator yang dilaksanakan di Helsinki, Finlandia.

“Presiden Ahtisaari sangat tangguh dalam mempertemukan kedua belah pihak, saya memintanya untuk bersikap sangat netral. Dan mereka melakukannya. Inilah mengapa saya pikir ini adalah sebuah kesuksesan, mengapa Presiden Ahtisaari berhasil menjadi mediator,” kata dia.

Adapun konflik antara GAM dan pemerintah Indonesia berlangsung sejak 1976 hingga 2005 dan menelan lebih dari 15.000 korban jiwa.

Konflik tersebut berakhir usai melakukan sejumlah negosiasi yang bermuara pada ditandatanganinya Perjanjian Helsinksi pada Agustus 2005. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya