Putusan MK soal Pemilu Dipisah, Puan: Kita Cermati untuk Dilakukan Langkah yang Terbaik
- Istimewa
Jakarta, VIVA - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilu nasional dan pemilu daerah tak digelar serentak atau dipisah. Puan mengatakan pihaknya akan mencermati putusan tersebut.
Menurut dia, pimpinan DPR bersama pemerintah dan kelompok masyarakat telah menggelar pertemuan guna menyikapi putusan tersebut.
"Dari DPR, sesuai dengan mekanismenya, tentu saja akan mencermati hal tersebut untuk kemudian mencari langkah-langkah yang kita ambil. Dan, bagaimana hal tersebut kita cermati untuk dilakukan langkah-langkah yang terbaik. Tentu saja juga untuk partai politik," kata Puan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 1 Juli 2025.
Dia bilang semua itu nanti akan memilki efek ke Undang-Undang Pemilu. "Tapi, Undang-Undang pemilunya juga belum kita bahas, karenanya DPR dan Pemerintah akan mencermati keputusan dari MK tersebut," jelas Puan.
Dia bilang dalam rapat konsultasi pihaknya membuka opsi pembentukan pansus atau pembahasannya akan dilakukan pada masa sidang berikutnya.
"Kemarin kan seperti yang kita tahu bahwa DPR dan pemerintah ada rapat konsultasi untuk bahas keputusan MK terkait pemilu terpisah. Apakah langkah selanjutnya ini ada kemungkinan DPR membuka pansus, membentuk pansus untuk UU Pilkada? Dan apakah akan dibahasnya kemungkinan di masa sidang ini atau di masa sidang mendatang?” ujar Ketua DPP PDIP itu.
Ketua DPR RI, Puan Maharani
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
"Tapi belum diambil keputusan karena kemarin baru mendengarkan masukan dari pemerintah," lanjut Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) tersebut.
Puan mengatakan, sikap DPR terkait putusan MK merupakan sikap dari seluruh fraksi yang mewakili partai politik di parlemen. Termasuk soal jeda waktu 2 sampai 2,5 tahun antara pelaksanaan pemilu nasional dengan pemilu daerah, yang akan berimbas pada perpanjangan masa jabatan kepala daerah.
"Ini bukan hanya sikap dari Fraksi PDI Perjuangan saja, tapi itu tentu saja semua partai, karena memang undang-undang dasar menyatakan bahwa sebenarnya kan pemilu itu lima tahun sekali digelar atau dilaksanakan 5 tahun sekali,” jelas Puan.
“Karenanya memang ini perlu dicermati oleh seluruh partai politik, imbas atau efek dari keputusan MK tersebut," tambah perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Maka itu, Puan bilang nanti fraksi-fraksi di DPR akan berdiskusi membahas putusan MK. Hal itu termasuk juga dengan perwakilan Pemerintah dan elemen masyarakat.
"Jadi, kita semua partai akan berkumpul setelah kemarin mendengarkan masukan dari pemerintah dan wakil dari masyarakat,” ujar Puan.
Sebelumnya, putusan MK menyatakan penyelenggaraan Pemilu dalam hal ini Pilpres, pemilihan DPR, DPD RI akan dipisahkan dengan pemilihan DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pemisahan itu mulai 2029 mendatang.
MK memutuskan sebagian permohonan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), terkait norma penyelenggaraan Pemilu Serentak.
"Mahkamah menyatakan Pasal 167 ayat (3) dsn Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai ketentuan hukum mengikat secara bersyarat," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.
Dalam pertimbangannya, MK memerintahkan pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan untuk memilih anggota DPRD tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota.
"Sehingga Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai Pemilu lima kotak tidak lagi berlaku," tutur Wakil Ketua MK Saldi Isra.