Kejagung Diminta Usut Tuntas Dugaan Korupsi Dana Pokir di NTB
- Dok. Istimewa
Jakarta, VIVA – Komite Mahasiswa dan Pemuda Nusa Tenggara Barat (NTB) melampiaskan kekecewaannya atas kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dalam menindak kasus dugaan korupsi, yang menyeret Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB.
Komite Mahasiswa meminta kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI agar bisa mengusut tuntas dugaan perkara korupsimya. Permintaan itu disampaikan melalui aksi unjuk rasa didepan Gedung Kejagung RI, Kamis 17 Juli 2025.
Pasalnya, Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Isvie Rupaeda, diduga kuat terlibat dalam pengelolaan dana siluman bernilai puluhan miliar rupiah yang tidak tercatat dalam anggaran pokok pikiran (pokir) resmi. Dana tersebut disamarkan dengan sebutan "direktif" kepala daerah dan tersebar di sejumlah dinas strategis.
Demonstrasi mahasiswa
- Istimewa
"Mencermati dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan dana siluman ini, masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi mendesak langkah cepat aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan Agung, untuk mengusut tuntas praktik yang mencederai kepercayaan publik ini," ujar Koordinator Aksi Komite Mahasiswa dan Pemuda NTB, Johan Johari dalam keterangannya, Kamis 17 Juli.
Johan menjelaskan bahwa diduga Isvie Rupaeda mengelola dana hingga Rp 182 miliar di luar pokir resminya sebesar Rp 12,3 miliar pada tahun 2025.
Kemudian, dana tersebut diduga tersebar kepada sejumlah bagian yang diantaranya ialah:
- Dinas PUPR: Rp 65 miliar Dinas Perumahan dan Permukiman (diduga bagian dari PUPR): Rp 77 miliar
- Dinas Pertanian: Rp 40 miliar Dana-dana ini tidak pernah secara eksplisit tercatat atas nama Ketua DPRD NTB, melainkan diberi label "direktif kepala daerah".
Johan pun menduga praktik ini serupa diduga terjadi pada tahun anggaran sebelumnya. Dalam APBD 2024, pokir resmi Isvie hanya Rp 14 miliar, namun teridentifikasi aliran dana lain yang tidak tercatat secara transparan sebagai pokir Ketua DPRD. Sumber internal menyebut bahwa skema "direktif kepala daerah" telah digunakan sejak tahun lalu sebagai kamuflase anggaran gelap.
Demonstrasi mahasiswa
- Istimewa
Praktik tidak transparan, potensi gratifikasi mengintai selain menabrak prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran, publik mencurigai adanya potensi gratifikasi dan permainan proyek antara Isvie Rupaeda dengan sejumlah kontraktor.
Dalam beberapa proyek infrastruktur, muncul indikasi bahwa kontraktor tertentu mendapatkan jatah pekerjaan sebagai imbalan atas pengondisian alokasi anggaran yang dikendalikan melalui mekanisme direktif.