Marsma Fajar Gugur, InI Kisah Heroiknya saat Sergap Jet Tempur F-18 Hornet AS di Langit Bawean!
- TNI AU
Jakarta, VIVA – Berita duka datang dari TNI Angkatan Udara (AU) setelah salah satu prajurit terbaik, Marsekal Pertama (Marsma) Fajar Adriyanto, meninggal dunia akibat pesawat latih yang dikemudikan jatuh di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Minggu 3 Agustus 2025 pagi.
Sosok Marsma Fajar tidak asing karena pernah dipercaya menjadi Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau).
Jenderal bintang 1 TNI AU ini juga dikenal sebagai sosok berdedikasi, ia sempat terlibat dalam misi mencegat pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean, Jawa Timur, pada tahun 2003.
Dilansir dari berbagai sumber, peristiwa ini bermula pada 3 Juli 2003, pukul 11.38, Bandara Ngurah Rai, Bali, menangkap beberapa pergerakan mencurigakan di wilayah barat laut Pulau Bawean. Laporan ini langsung diteruskan ke Pos Sektor II dan dipantau secara intensif oleh Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas).
Menanggapi hal tersebut, Popunas dan Pos Sektor II memutuskan untuk mengirimkan dua jet tempur F-16 dari Pangkalan Udara Iswahyudi, Magetan, untuk melakukan identifikasi visual. Falcon 1 (TS-1603) diawaki Kapten Ian dan Kapten Fajar, sementara Falcon 2 (TS-1602) diawaki Kapten Tonny dan Kapten Satriyo.
Pukul 17.25, Falcon 1 berhasil melakukan intersepsi jarak dekat dengan dua pesawat F-18 Hornet yang ternyata sedang berada dalam posisi ofensif, menimbulkan potensi ancaman. Falcon 2 pun bersiaga sebagai pesawat pendukung. Saat itu, Falcon 1 juga mengidentifikasi keberadaan kapal fregat milik AL AS yang sedang berlayar ke arah timur.
Untuk meredakan ketegangan, Falcon 2 melakukan manuver "rocking the wing" sebagai sinyal bahwa mereka tidak bermaksud menyerang. Setelah komunikasi dibuka pada frekuensi darurat UHF 243.0, pilot Hornet mengonfirmasi bahwa mereka adalah bagian dari armada Angkatan Laut AS dan mengklaim telah memiliki izin melintas.
Setelah komunikasi tersebut, pesawat Hornet pergi menjauh dan insiden pun mereda.
Menanggapi pelanggaran ini Menteri Kehakiman dan HAM (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra melayangkan nota protes resmi kepada Pemerintah AS. Yusril menekankan pentingnya penghormatan terhadap kedaulatan negara, terutama dalam konteks hukum laut internasional tahun 1982.
