Uji Materi UU Tipikor, 24 Tokoh Sampaikan Pandangan 'Amicus Curiae'

Ilustrasi Korupsi
Sumber :
  • Pexels.com

Jakarta, VIVA – Uji materi (judicial review) atas Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 menjadi sorotan publik saat ini. Sebanyak 24 tokoh antikorupsi menyampaikan pandangannya sebagai ‘amicus curiae‘ (sahabat pengadilan) terkait hal tersebut.

Pesan Prabowo ke Bupati: Harus Jalankan Pemerintahan yang Bersih dan Adil

Adapun permohonan uji materi tersebut diajukan ke MK oleh mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Syahril Japarin, mantan pegawai Chevron Indonesia Kukuh Kertasafari, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, serta mantan Direktur Utama Merpati Airlines Hotashi Nababan.

Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus Koordinator Gerakan Pemberantasan Korupsi Berkeadilan Erry Riyana Hardjapamekas mengatakan uji materi tersebut telah menarik perhatian pihaknya yang tergabung dalam Gerakan Pemberantasan Korupsi Berkeadilan.

Kejagung Wajar Raih Top Opini Publik karena Berani Usut Korupsi Libatkan Elit Penguasa

"Kemudian kami sepakat menyampaikan pandangan yang dituangkan secara tertulis dan ditandatangani bersama. Keterangan tertulis ini telah kami kirimkan sebagai amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar Erry saat konferensi pers Gerakan Pemberantasan Korupsi Berkeadilan oleh para tokoh antikorupsi penanda tangan amicus curiae di Jakarta, Rabu, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 28 agustus 2025.

Dia mengatakan, secara prinsip, para tokoh antikorupsi setuju dengan permohonan uji materi yang diajukan. Menurut para tokoh antikorupsi, pemberantasan korupsi yang terjadi di Indonesia telah salah arah dan justru tidak efektif. Sebab, korupsi tidak lagi dilihat sebagai perbuatan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dengan cara-cara yang tidak sah, namun sebatas pada semua perbuatan yang dipandang merugikan keuangan negara.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal: Kemenaker Gudangnya Korupsi!

Ilustrasi barang bukti kasus korupsi

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Dirinya menilai orang-orang yang beritikad baik dan tidak punya niat untuk korupsi, serta orang yang menjalankan kewajibannya tanpa menerima suap bisa menjadi terpidana korupsi. "Hal ini terjadi karena perkara korupsi lebih fokus pada unsur kerugian keuangan negara yang perhitungannya kerap tidak nyata dan tidak pasti, bahkan menggunakan asumsi atau prediksi,” tutur dia.

Menurutnya, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menekankan pada dua elemen utama, yaitu perbuatan melawan hukum dan dampak berupa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Sementara Pasal 3 UU Tipikor, mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatannya, yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dalam praktiknya, ekonom sekaligus mantan Staf Khusus Wakil Presiden RI Wijayanto Samirin menyampaikan penanganan perkara korupsi di Indonesia cenderung lebih menekankan pada aspek kerugian negara daripada unsur memperkaya diri secara melawan hukum.

Padahal, dia berpendapat potensi rugi atau untung merupakan konsekuensi dari pengambilan keputusan, misalnya dalam konteks bisnis Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Hal ini mengaburkan esensi korupsi itu sendiri, yaitu perbuatan curang yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara tidak sah, baik bagi diri sendiri maupun pihak lain,” kata Wijayanto dalam kesempatan yang sama.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menambahkan salah fokus dalam pemberantasan korupsi berdampak buruk pada kualitas penegakan hukum, menciptakan ketidakpastian bagi mereka yang bekerja di sektor publik, dan menjadikan upaya pencegahan bukan sebagai prioritas.

“Dengan banyaknya contoh kasus yang ada, para pejabat termasuk direksi BUMN menjadi takut untuk membuat keputusan strategis yang dapat membawa risiko keuangan, meskipun keputusan tersebut bertujuan untuk kebaikan publik,” ujar Komaruddin.

Gerakan Pemberantasan Korupsi Berkeadilan.

Photo :
  • Antara.

Sementara itu, pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan definisi korupsi dalam UU Tipikor yang menekankan kerugian negara sebagai indikasi korupsi tidak diakui negara lain.

Mengacu pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi (UNCAC) tahun 2003, kata dia, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau orang lain secara melawan hukum.

“Kelemahan ini membuat proses Mutual Legal Assistance (MLA) sulit dijalankan karena syaratnya adalah perbuatan tersebut harus dianggap sebagai kejahatan di kedua negara yang bekerja sama,” ungkap Hikmahanto. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya