Komisi II DPR Tekankan Masalah Politik Uang dalam Revisi UU Pemilu
- DPR RI
Jakarta, VIVA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf menekankan masalah politik uang dalam rumusan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurutnya, perlu memberikan perhatian kepada masalah politik uang, selain persoalan teknis dalam perbaikan sistem kepemiluan di Tanah Air.
"Kami harus melakukan revisi Undang-Undang Pemilu bukan hanya pada sistem metode penghitungannya, bukan hanya masalah per dapil (daerah pemilihan), bukan hanya masalah threshold atau lain-lainnya, tetapi juga masalah-masalah lain seperti money politics-nya," kata Dede di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu, 5 Maret 2025.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf
- DPR RI
Dede lantas mengungkapkan bahwa di sejumlah wilayah terjadi hal-hal transaksional demi memenangkan pesta demokrasi. "Cost of money-nya kami menganggap itu semakin lama semakin membesar," kata dia.
Bahkan, kata dia, pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024 yang baru saja dilaksanakan menjadi preseden terburuk dari jalannya pemilihan umum secara langsung di Tanah Air.
"Karena hampir semua mengatakan, pemilu kemarin adalah pemilu yang paling brutal dan paling transaksional," kata Politikus Partai Demokrat itu.
Sementara Anggota Komisi II DPR RI, Edi Oloan Pasaribu mengatakan ada dua isu besar yang perlu mendapat perhatian dalam merevisi undang-undang kepemiluan, yakni politik uang dan netralitas.
"Untuk money politics dan netralitas, bagaimana pun sistemnya kita bangun, kita bentuk, itu tidak akan terjadi perubahan yang radikal kalau tidak (ada perubahan) perilakunya," ujarnya.
Ia menilai desain sistem pemilu sebaik apapun pada akhirnya akan percuma, sebab bergantung pada perilaku penyelenggara pemilu hingga peserta pemilu itu sendiri.
"Karena saya percaya betul peribahasa yang bilang, the right system will produce the right result, sistem yang baik (akan) menghasilkan hasil yang baik. Tetapi kalau yang menjalankan sistemnya juga enggak baik, susah ini. Jadi kita lahir dari rahim demokrasi yang brutal (Pemilu) 2024, kita sepakat. Karena diskusi juga gini kalau kita tidak setop money politics, akan ada namanya istilah saya sebut inflasi demokrasi, 2029 semakin besar nanti,” imbuhnya.
Adapun, anggota Komisi II dari Fraksi PDI Deddy Sitorus lebih menyoroti aspek moralitas lembaga penyelenggara pemilu.
Dia menekankan, pentingnya perbaikan perilaku penyelenggara dan pengawas pemilu yang disebutnya sebagai faktor internal, di atas pembenahan sistem kepemiluan di tanah.
"Ketika penyelenggara dan pengawas yang menjadi bagian dari kerusakan itu, gimana sih ngatasin itu, kalau kita mau bicara memperbaiki pemilu? Karena tidak ada sistem pemilu apapun yang bisa dikatakan sempurna bahkan mendekati sempurna, tidak akan ada," kata Deddy.
Selain faktor internal, Deddy mencatat pula pentingnya memberi perhatian terhadap faktor eksternal dalam memperbaiki sistem kepemiluan di Tanah Air, yakni intervensi kekuasaan demi memenangkan kontestasi.
"Jadi, akan menjadi sangat sia-sia kita berbicara berbagai macam skenario pemilu, skenario perbaikan partai politik, penyelenggara pemilu. Kalau pemilu itu sendiri sangat rentan terhadap kekuasaan, terhadap institusi-institusi yang memiliki kekuatan untuk menekan, mempengaruhi hasil, memanipulasi dan sebagainya," imbuhnya.