Ajak Jurnalis Duduk Semeja, Golkar Nilai Prabowo Punya Strategi Politik Terbuka
- ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi
Jakarta, VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang mengajak tokoh-tokoh kritis untuk duduk semeja dan berdialog.
Menurut Idrus, ini menunjukkan kepemimpinan Prabowo yang otentik dan terbuka. "Ini bukan strategi politik semata. Ini sikap tulus seorang pemimpin yang ingin mendengar langsung berbagai pandangan, termasuk kritik tajam," kata Idrus dalam keterangannya, Minggu, 13 April 2025.
Ia menambahkan bahwa langkah awal sudah terlihat saat Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Dasco Ahmad, bertemu dengan Rocky Gerung dan sejumlah pengamat. Menurutnya, hal itu sebagai bentuk kepemimpinan yang menjadikan dialog sebagai dasar membangun bangsa.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Idrus juga menyoroti bahwa Prabowo tidak hanya ingin membangun koalisi politik, tapi juga koalisi pemikiran. Ia menyebutkan, dialog kritis yang terbuka penting untuk memperkaya kebijakan. "Koalisi tidak harus soal kursi atau jabatan. Tapi bisa dibangun lewat pertukaran ide dan visi," kata Idrus.
Menurut Idrus, ajakan Prabowo memperlihatkan keinginan kuat untuk membangun harmoni dalam perbedaan. Dialog dengan tokoh-tokoh kritis dianggap penting untuk menjaga keseimbangan antara rasionalitas dan nilai-nilai kebangsaan. "Bangsa ini besar karena perbedaan. Kalau semua diajak bicara, semua akan merasa dilibatkan," ujarnya.
Idrus menegaskan bahwa Prabowo sedang memberi contoh bagaimana kritik bisa menjadi energi positif. "Kalau semua pihak mau duduk semeja, kita bisa cari solusi, bukan hanya saling serang. Ini yang dibutuhkan bangsa,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan Idrus, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menilai sikap Prabowo sebagai bagian dari upaya menciptakan iklim intelektual yang sehat. "Bukan zamannya lagi kritik cuma jadi tontonan. Harus ada solusi. Harus ada arah," ujarnya.
Bahlil menegaskan bahwa ajakan dialog ini bukan untuk menumpulkan kritik, tapi justru mendorong tradisi berpikir kritis yang bertanggung jawab. Ia menilai kebebasan berpikir harus dibarengi etika, bukan emosi.
"Kritik beda dengan umpatan. Mengkritik untuk membangun, bukan menyerang pribadi atau menebar kebencian," ujarnya.