Kementerian BUMN Optimis Rights Issue Bikin Kinerja BTN Makin Moncer, Ini yang Bikin Pede
- vivanews/Andry Daud
VIVA Bisnis – Kementerian BUMN menilai rights issue PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) akan sangat berbeda ketimbang perbankan lainnya. Karena, BTN merupakan bank milik Pemerintah yang memiliki tugas khusus.
Staf khusus Menteri Negara BUMN Arya Mahendra Sinulingga, ada tiga fakta menarik lain yang mesti dicermati investor terkait rights issue ini.
“Rights issue ini tergolong langka karena BBTN terakhir melakukan aksi korporasi serupa pada 2012 lalu. Dan yang melakukannya adalah institusi perbankan dengan fokus bisnis yang spesifik karena menjalankan penugasan negara,” ujar Arya dikutip dari keterangannya, Kamis, 17 November 2022.
BTN.
- Dokumentasi BTN.
Arya menjabarkan, fakta pertama adalah efek dilusi. Keputusan Kementerian BUMN yang mengizinkan BBTN melakukan rights issue adalah bentuk apresiasi pemegang saham pengendali terhadap investor publik untuk meningkatkan atau mempertahankan porsi kepemilikan di bank ini.
“Jika opsinya private placement (tanpa HMETD), investor publik justru kehilangan haknya untuk mempertahankan prosentase kepemilikan. Kami tidak memilih opsi ini sebagai bentuk terima kasih atas dukungan investor publik selama ini,” jelasnya.
Mengacu ke prospektus awal, investor yang tidak melaksanakan (exercise) hak nya dalam rights issue ini akan terkena efek dilusi.
“Jadi, akan rugi kalau investor tidak eksekusi rights,” tegas Arya.
Arya pun menjelaskan Mengapa investor rugi kalau tidak exercise. Hal tersebut terkait dengan fakta kedua.
“BBTN itu sahamnya murah, tapi tidak murahan. Kinerja keuangannya bagus dan terus bertumbuh,” ungkap Arya.
Yang terjadi saat ini, saham BBTN undervalued dan sama sekali tidak mencerminkan fundamental kinerjanya. Intinya, performa harga saham belum sejalan dengan kinerja keuangannya.
“PBV Bank Himbara lain sudah di atas 2x, BBTN baru 0,76x. Hanya soal waktu, PBV BBTN akan sejajar dengan para sejawatnya, apalagi perolehan laba bersih terus meningkat dari waktu ke waktu dan fokus perusahaan di KPR bersubsidi,” papar Arya.
Fakta ketiga adalah prospek bisnis BTN. Arya menjelaskan, banyak yang mengkhawatirkan kredit properti akan melambat imbas kenaikan inflasi dan suku bunga tinggi.
“Soal inflasi dan suku bunga, memang demikian faktanya. Tapi dampak ke setiap bank, belum tentu sama apalagi urusan kredit perumahan. Tidak bisa digeneralisasi karena kondisi masing masing bank sangat berbeda,” jelasnya.