Ancaman Siber Jadi Momok di 2025, Publik Khawatirkan Risiko Data Bocor hingga Keamanan Finansial

Ilustrasi keamanan siber
Sumber :
  • ANTARA/Shutterstock/am.

Jakarta, VIVA – Sebuah survei terbaru dari Populix mengungkapkan bahwa ancaman siber menjadi salah satu kekhawatiran utama masyarakat di era digitalisasi. Dalam laporan bertajuk Navigating Economic and Security Challenges in 2025, 67% responden menyatakan kekhawatiran terhadap risiko keamanan siber, diikuti oleh keamanan kesehatan yang mencatat perhatian 49% responden.

Pemprov Jakarta Klaim Sudah Perbaiki 60% Jalan Rusak: Sisanya Akhir Tahun

Co-Founder dan CEO Populix, Timothy Astandu, mengungkapkan, meningkatnya ancaman siber ini seiring dengan semakin eratnya integrasi digital yang memerlukan perhatian serius. “Meningkatnya ancaman siber membuat keamanan siber yang kuat menjadi sangat penting. Pembobolan dan peretasan data merupakan pemicu utama," kata Timothy seperti dikutip dari siaran pers, Rabu, 4 Desember 2024.

Survei Charta Politika: 81,5% Masyarakat Puas dengan Kinerja 100 Hari Pemerintahan ASR-Hugua

Di lain sisi, kata dia, sumber daya dan pengetahuan yang tidak memadai juga bisa menjadi penghalang. "Motivasi berfokus pada perlindungan data sensitif, meskipun kesadaran akan ancaman yang terus berkembang masih kurang," ungkapnya.

Survei ini juga mengungkap bahwa masyarakat mulai menyadari berbagai bentuk ancaman siber, seperti virus (82%), phishing email (75%), pornografi digital (65%), cyberbullying (63%), spyware (60%), ransomware (55%), hingga trojan (54%).

RUU KUHAP Diminta Masukkan Kewajiban Penyidik Beri Perkembangan Perkara Dapat Diakses Secara Digital

"Meskipun publik tergolong masih awam, mereka mulai termotivasi untuk lebih menjaga keamanan data-data sensitif mereka," tambah Timothy.

Lebih lanjut, Timothy menjelaskan bahwa ancaman siber bisa berdampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan. Mulai dari keamanan finansial, interaksi sosial, hingga stabilitas pekerjaan. 

Survei Populix mencatat bahwa 47% responden khawatir terhadap kemampuan mereka mempertahankan keamanan ekonomi di tengah meningkatnya biaya hidup dan konsumerisme yang didorong oleh kemudahan belanja daring.

"Para responden mengkhawatirkan gangguan keuangan, seperti kehilangan pekerjaan atau turunnya kemampuan ekonomi, akan berdampak signifikan terhadap kondisi finansial mereka. Jadi,  dibutuhkan campur tangan dari pemerintah untuk mengatasi kekhawatiran publik, salah satunya dengan menjaga stabilitas ekonomi tahun depan," kata Timothy.

Timothy juga menekankan pentingnya inisiatif peningkatan keterampilan tenaga kerja untuk menghadapi perubahan ini. "Dengan berfokus pada solusi seperti keamanan siber, upskilling tenaga kerja, dan layanan kesehatan digital, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya