Badai PHK Melanda Dunia, 1 dari 3 Pekerja Alami 'Layoff Anxiety'
Jakarta, VIVA – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menghantui dunia kerja di tahun 2025. Ketidakpastian ekonomi global, memaksa banyak perusahaan melakukan efisiensi, termasuk merumahkan karyawan.
Tak heran, kecemasan akan kehilangan pekerjaan, kini menjadi momok bagi banyak pekerja, terutama di sektor-sektor yang tengah mengalami penurunan kinerja.
Survei terbaru dari Clarify Capital mengungkapkan, bahwa 1 dari 3 pekerja di Amerika Serikat mengalami "layoff anxiety" atau kecemasan akibat ancaman PHK. Ketakutan ini bahkan lebih terasa di kalangan pekerja jarak jauh, yang lebih rentan terhadap kebijakan pemangkasan karyawan, dibandingkan mereka yang bekerja di kantor.
Mengutip dari Live Now Fox, survei ini dilakukan oleh Clarify Capital terhadap 1.000 pekerja di Amerika Serikat. Survei ini menunjukkan dampak besar dari ketidakpastian ekonomi terhadap psikologis pekerja.
Ilustrasi aktivitas pekerja di kantor. (Unsplash.com/charlesdeluvio)
- vstory
Hasilnya, 1 dari 3 pekerja mengalami kecemasan akan PHK di tahun 2025. Lalu, 69% pekerja lebih mengutamakan keamanan kerja dibandingkan pengembangan karier.
Lebih lanjut, 47% pekerja remote mengalami kecemasan lebih tinggi dibanding pekerja kantoran (20%), dan 1 dari 3 pekerja bersedia menerima pemotongan gaji sebesar 10-20% untuk menghindari PHK.
Kecemasan terhadap PHK ini tidak hanya berdampak pada kondisi mental, tetapi juga keputusan finansial pekerja. Banyak yang rela menerima gaji lebih rendah demi mempertahankan pekerjaan mereka di tengah ketidakpastian ini.
Sebagaimana diketahui, badai PHK sudah melanda berbagai sektor industri di awal tahun 2025. Menurut laporan Challenger, Gray & Christmas per 6 Februari 2025, hampir 49.800 pekerja di Amerika Serikat kehilangan pekerjaan di bulan Januari.
Sejumlah perusahaan besar juga telah mengumumkan pemangkasan karyawan. Di antaranya, Starbucks, yang merumahkan 1.100 karyawan dari divisi korporat secara global.
Lalu, perusahaan teknologi dan keuangan juga banyak yang mengurangi jumlah karyawan akibat ketidakpastian ekonomi. Sektor manufaktur & retail pun mengalami penurunan permintaan, sehingga menyebabkan efisiensi tenaga kerja.
Meskipun banyak perusahaan melakukan PHK besar-besaran, 74% pekerja di AS masih tertarik bekerja di perusahaan Fortune 500, meskipun perusahaan-perusahaan besar tersebut tengah melakukan pemangkasan tenaga kerja.