Pemerintah Sahkan RUU Pekerja Gig untuk Lindungi 1,2 Juta Warga

Ilustrasi pekerja.
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Pemerintah Malaysia resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU menjadi UU Pekerja Gig 2025, yang akan melindungi sekitar 1,2 juta pekerja di sektor ini.

Peran Sektor Swasta dalam Pembagian Kuota Haji Khusus

Regulasi tersebut lahir sebagai tonggak bersejarah dalam mengakui pekerja gig sebagai bagian penting dari tenaga kerja modern.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menegaskan bahwa pengesahan ini adalah bentuk penghargaan terhadap kontribusi pekerja sektor gig dalam menggerakkan ekonomi nasional.

Organisasi Pemuda Lintas Iman Serukan Masyarakat Saling Jaga dan Tak Anarkis

“Kepada seluruh anak muda yang bergelut dalam industri gig (pengantar makanan, pengemudi e-hailing, dan seluruh keluarga pekerja gig), Rancangan Undang-Undang Pekerja Gig yang baru-baru ini disahkan Parlemen adalah hadiah untuk kalian,” ujarnya dalam pernyataan di akun X resminya, seperti dikutip pada Senin, 1 September 2025.

Anwar juga menekankan bahwa regulasi baru ini memberikan kepastian hukum dan masa depan yang lebih jelas. “RUU tersebut memberikan definisi yang lebih jelas terhadap profesi kalian, termasuk pengakuan, jaringan sosial yang kuat, serta masa depan yang lebih pasti.”

Batal ke China, Prabowo Pilih Pantau Situasi di Tanah Air

Ia menambahkan, langkah ini diambil dengan penuh kehati-hatian karena menyangkut kehidupan jutaan rakyat. “Ada juga yang ragu, bahkan menuduh Pemerintah lamban dalam hal ini. Faktanya, kami cermat dan berhati-hati karena RUU ini berdampak pada kehidupan jutaan rakyat," sambungnya.

”Maka, bertepatan dengan bulan kemerdekaan ini, saya tegaskan bahwa setiap tetes keringat dan usaha pekerja gig adalah bermartabat, dan kalian memiliki kontribusi besar dalam memperkuat ekonomi rakyat dan negara,” tulisnya.

RUU ini menetapkan pekerja gig sebagai kategori tenaga kerja khusus, bukan karyawan tetap, juga bukan kontraktor independen. Dengan regulasi ini, semua platform digital seperti Grab dan FoodPanda diwajibkan menandatangani perjanjian layanan tertulis dengan pekerja gig.

Perjanjian tersebut mencakup standar minimum terkait pembayaran, pengaturan kerja, asuransi, serta prosedur pemutusan kontrak. Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia, Steven Sim Chee Keong, menyebut regulasi ini sebagai mekanisme yang sudah lama ditunggu untuk mengatasi “kelompangan” perlindungan tenaga kerja.

“Selama ini, 1,2 juta rakyat Malaysia di sektor gig bekerja setiap hari tanpa perlindungan tenaga kerja yang layak, seolah-olah kontribusi mereka terhadap perekonomian tidak pantas diakui. RUU ini mengakhiri ketidakadilan itu,” kata Sim di Dewan Rakyat, seperti dikutip dari The Edge Malaysia.

RUU juga melarang praktik tidak adil seperti perubahan tarif sepihak, penonaktifan akun secara sewenang-wenang, hingga larangan bekerja lintas platform. Sebuah Gig Workers Tribunal juga akan dibentuk untuk menyelesaikan sengketa, termasuk memberikan kompensasi, pemulihan kerja, atau pembayaran gaji tertunggak.

“Ini bukan soal menjadikan pekerja gig sebagai karyawan tradisional. Mereka tetap pekerja lepas dengan fleksibilitas. Namun, untuk pertama kalinya mereka akan memiliki forum resmi untuk bernegosiasi secara setara dengan platform,” jelas Sim.

Di sisi perlindungan sosial, pekerja gig akan dilindungi lewat Self-Employment Social Security Act 2017, dengan kontribusi 1,25% per perjalanan atau pengantaran yang disalurkan ke dana Socso. Dana ini mencakup jaminan kecelakaan hingga perlindungan disabilitas.

Namun, wacana kontribusi Employees Provident Fund (EPF) masih menjadi perdebatan. Politisi muda Syed Saddiq Syed Abdul Rahman menegaskan pentingnya dana pensiun bagi pekerja gig.

“Kita harus terus mendorong perlindungan masa depan pekerja gig melalui tabungan di EPF. Tanpa ini, pekerja tetap terpapar ketidakpastian.”

RUU ini mendapat dukungan luas dari organisasi pekerja, termasuk Kongres Serikat Buruh Malaysia (MTUC), Asosiasi Pekerja Film, hingga Organisasi Nasional Penerjemah dan Juru Bahasa Isyarat Malaysia.

“Undang-undang ini memastikan ekonomi digital Malaysia tetap kompetitif, sekaligus menegakkan keadilan bagi pekerja yang terlalu lama dibiarkan tanpa perlindungan,” ujar Sim.

Lewat pengesahan RUU ini, Malaysia resmi menjadi salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang memberi payung hukum komprehensif bagi pekerja gig.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya