Tengok Lagi Syarat Gaji Jika Ingin Beli Rumah Subsidi, Lajang Rp 12 Juta-Menikah Rp 14 Juta

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait atau Ara di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat (sumber foto: Cahyo - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Jakarta, VIVA – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) siap menerbitkan keputusan menteri atau kepmen terkait kriteria dan ukuran masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) penerima rumah subsidi pada 21 April 2025.

Presiden Macron Tegaskan Kedekatan RI dan Prancis Karena Takdir Sejarah

"Ya kabar baiknya, tanggal 21 April kita akan mengeluarkan surat keputusan menteri yang menyangkut kriteria dan ukuran masyarakat berpenghasilan rendah," ujar Ara di Jakarta, dikutip Antara, Sabtu 12 April 2025.

Rencana penerbitan kepmen pada 21 April bertepatan dengan Hari Kartini.

Eks Karyawan Tuduh Ada Korupsi Zakat dan Dana Hibah Pemprov, Baznas Jabar Buka Suara

Foto udara pembangunan rumah bersubsidi.

Photo :
  • Muhammad Solihin

Terkait Kepmen tersebut, Kementerian PKP akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Pengemudi BMW Tabrak Mahasiswa UGM hingga Tewas Jadi Tersangka

Ara kembali melonggarkan batas penghasilan MBR penerima rumah subsidi untuk yang sudah menikah di kawasan Jabodetabek menjadi Rp 14 juta.

"Penting sekali kita sampaikan kriteria MBR, jadi kita sepakati buat di Jabodetabek kalau di lajang Rp 12 juta, kalau dia sudah menikah Rp 14 juta. Ini kabar baik yang artinya makin banyak yang bisa mendapatkan manfaat," katanya.

Dalam kesempatan sama, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho menyampaikan bahwa pelonggaran batas maksimal penghasilan MBR penerima rumah subsidi menjadi Rp 14 juta tersebut untuk memudahkan MBR dalam memiliki rumah susun (rusun) subsidi guna mengatasi backlog perumahan di kawasan perkotaan.

"Alhamdulillah MBR Rp 14 juta, karena yang menjadi concern untuk pendekatan ke depan terkait dengan backlog di perkotaan tidak mungkin hanya mengandalkan rumah tapak yang lokasinya sudah semakin jauh dikarenakan harga tanah yang semakin tidak terjangkau," kata Heru.

Sementara untuk hunian vertikal atau rumah susun itu harganya jauh berbeda lebih mahal dibandingkan dengan rumah tapak. Biaya konstruksi dan sebagainya, harga per unitnya dengan luasan yang sama akan berbeda.

Dengan demikian perlu ada penyesuaian batas penghasilan MBR penerima rumah subsidi.

"Kalau Rp8 juta nanti khawatirnya MBR tidak sanggup untuk membayar cicilan untuk rusun subsidi, namun dengan penyesuaian batas penghasilan MBR penerima rumah subsidi Rp 14 juta maka akan banyak segmen masyarakat yang mungkin akan bisa masuk atau sanggup mencicil pembayaran rusun subsidi," ujar Heru. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya