Jika Negosiasi Tarif Deal, Bahlil Anggarkan US$15 Miliar Buat Impor Energi dari AS
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA – Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengatakan, pihaknya telah mengalokasikan dana US$10-US$15 miliar untuk melakukan impor energi dari Amerika Serikat (AS), apabila kesepakatan penurunan tarif resiprokal berhasil disepakati antara pemerintah Indonesia dan AS.
"Kami dari ESDM sudah mengalokasikan sekitar US$10-US$15 miliar untuk belanja di Amerika, kalau tarifnya juga diturunkan. Kalau enggak, berarti kan enggak ada deal dong," kata Bahlil dikutip dari Antara, Senin, 14 Juli 2025.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, di acara IPA Convex 2025, ICE BSD, Tangerang, Banten, Rabu, 21 Mei 2025
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Mengenai perkembangan negosiasi antara Indonesia dan AS itu sendiri, Bahlil mengaku bahwa sampai saat ini dirinya belum mengetahui secara detil progresnya.
Sebab sampai saat ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang memimpin delegasi Indonesia terkait perundingan tersebut, masih berupaya melakukan negosiasi dengan pemerintah AS.
Bahkan apabila Indonesia-AS nantinya gagal mencapai kata sepakat, Bahlil mengaku belum bisa membeberkan rencana apa yang akan ditempuh pemerintah guna menghadapi situasi tersebut.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Maret 2025 (sumber foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden)
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
"Saya belum tahu perkembangan terakhir, karena yang akan ngomong itu adalah Pak Menko (Airlangga Hartarto) sebagai Ketua Delegasi. Nanti kita lihat lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah memastikan soal penundaan penerapan kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen, yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump untuk produk asal Indonesia.
Trump sendiri sebelumnya juga telah mengumumkan untuk tetap memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk Indonesia, mulai 1 Agustus 2025 mendatang.
"Waktunya (penerapan tarif 32 persen) adalah kita sebut pause. Jadi penundaan penerapan untuk menyelesaikan perundingan yang sudah ada,” ujarnya. (Ant).