Pajak Emas Bullion Bank Dikutip 0,25%, Gimana Nasib Konsumen?
- Pixabay
Jakarta, VIVA – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberlakukan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25 persen, bagi pembelian emas oleh bullion bank yang akan mulai berlaku per 1 Agustus 2025.
Namun dalam beleid Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 dan PMK Nomor 52 Tahun 2025 yang mendasarinya, dinyatakan bahwa konsumen akhir akan dibebaskan dari pengenaan pajak ini.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Bimo Wijayanto menjelaskan, kedua PMK itu bertujuan menghindari risiko saling pungut dalam transaksi emas oleh bullion bank atau bank emas. Sebelumnya, pemungutan PPh 22 atas kegiatan usaha bulion mengacu pada PMK 48 Tahun 2023 dan PMK 81 Tahun 2024, karena belum ada aturan yang secara spesifik mengatur mengenai hal tersebut.
Produk Gadai Emas Pegadaian
- Dok. Istimewa
Namun, ketentuan dalam kedua PMK itu menyebabkan kondisi saling pungut, dimana penjual emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas penjualan kepada bullion bank (PMK 48 Tahun 2023), dan bullion memungut PPh 22 sebesar 1,5 persen atas pembelian pada transaksi yang sama (PMK 81 Tahun 2024).
Selain itu, terdapat ketentuan Surat Keterangan Bebas (SKB) atas impor emas batangan, yang menimbulkan ketidaksetaraan antara pembelian emas batangan di dalam negeri dan melalui impor.
Karenanya, melalui aturan baru PMK 51 Tahun 2025, pemerintah menunjuk lembaga jasa keuangan (LJK) bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan sebesar 0,25 persen dari nilai pembelian, di luar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, untuk transaksi dengan nilai maksimal Rp 10 juta, dikecualikan dari pemungutan.
Skema SKB atas impor emas batangan juga dihapus, sehingga pembelian melalui impor kini dipungut PPh Pasal 22 dengan skema yang sama seperti pembelian dalam negeri.
Perhiasan emas murni di salah satu pusat penjualan emas Kota Meulaboh
- ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
"Beban lembaga jasa keuangan akan berkurang dengan diturunkannya tarif PPh Pasal 22 dari yang semula 1,5 persen ke 0,25 persen," kata Bimo dalam keterangannya, Jumat, 1 Agustus 2025.
Senada, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama menambahkan, dalam PMK 52 Tahun 2025, pemerintah juga mengatur pengecualian dalam pungutan PPh Pasal 22 atas transaksi emas.
Pungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan emas perhiasan atau emas batangan kepada tiga kelompok, yaitu konsumen akhir, wajib pajak UMKM dengan PPh final, serta wajib pajak yang memiliki SKB PPh 22. Pengecualian serupa juga berlaku untuk penjualan emas batangan kepada Bank Indonesia, melalui pasar fisik emas digital, dan kepada LJK bulion.
"Ada pengecualian. Kalau konsumen akhir, tidak dipungut. Antam itu kan jual ke konsumen akhir, ibu rumah tangga, atau lainnya. Tapi, yang dipungut kepada pedagang atau pabrikan," kata Yoga.
Sebagai informasi, PMK 51 Tahun 2025 dan PMK 52 Tahun 2025 ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada 25 Juli 2025 dan diundangkan pada 28 Juli 2025, serta efektif berlaku pada 1 Agustus 2025.