Jadi Kunci Pembangunan Berkelanjutan, Sinergi Pajak Pusat dan Daerah Perlu Dipacu

Direktorat Jenderal pajak (DJP)
Sumber :
  • Antara

Jakarta, VIVA – Pemahaman masyarakat terhadap sistem perpajakan, khususnya mengenai perbedaan antara Pajak Pusat dan Pajak Daerah, dinilai masih belum optimal. Padahal, pemahaman ini penting agar publik dapat lebih aktif berpartisipasi dalam pembangunan nasional dan daerah.

Resmi Naik, Ini Skema Besaran PBB-P2 Kota Bogor yang Baru

Karenanya, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pun terus mendorong edukasi dan literasi perpajakan, sebagai bagian dari upaya menciptakan tata kelola keuangan yang transparan, efisien, dan akuntabel.

"Dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, kewenangan pemungutan pajak dan retribusi sebagian didelegasikan kepada pemerintah daerah. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya serta memperkuat kemandirian fiskal daerah tanpa menambah beban bagi masyarakat," kata Danny dalam keterangannya, Senin, 25 Agustus 2025.

Pemprov DKI ‘All Out’ Atasi Macet TB Simatupang, Sampai Gandeng Google Maps!

Ilustrasi Pajak.(istimewa/VIVA)

Photo :
  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)

Dia mengatakan, langkah ini juga diperkuat melalui harmonisasi kebijakan fiskal nasional, termasuk penyederhanaan jenis pajak dan retribusi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Bayar PBB-P2 Sebelum 30 September 2025 Dapat Insentif 5 Persen, Cek Caranya

Terkait dengan tujuan restrukturisasi pajak, Danny menjelaskan bahwa kebijakan reformasi pajak yang tengah dijalankan memiliki empat fokus utama. Antara lain yakni menghindari duplikasi pemungutan dengan menyelaraskan objek pajak pusat dan daerah, dan menyederhanakan administrasi perpajakan untuk menekan biaya pemungutan.

"Lalu juga untuk mempermudah pengawasan dan pelaporan terutama oleh pemerintah daerah, dan mendorong kemudahan berusaha dan meningkatkan kepatuhan masyarakat melalui sistem yang lebih sederhana," ujar Danny.

Kemudian, Danny juga menjelaskan perbedaan fungsi dan kewenangan pendanaan. Dimana secara prinsip, pendanaan atas urusan pemerintahan dibedakan dua hal. Pertama yakni Pemerintah Daerah (Pemda) membiayai urusannya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kedua, Pemerintah Pusat membiayai urusannya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Dengan sistem ini, penerimaan pajak daerah menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memungkinkan pemerintah daerah menyusun belanja sesuai prioritas dan kebutuhan lokal," ujarnya.

Ilustrasi Pajak

Photo :
  • pexels.com/Nataliya Vaitkevich

Sebagai informasi, pajak pusat yang diatur dan dikelola Pemerintah Pusat, merupakan jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan digunakan untuk membiayai kebutuhan negara melalui APBN. Jenis-jenis pajak pusat antara lain meliputi, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan

Sementara Pajak Daerah yang dikelola Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Kabupaten/Kota, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Di Provinsi DKI Jakarta sendiri, pengelolaan pajak daerah menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dimana jenis-jenis Pajak Daerah yang dipungut antara lain meliputi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Lalu ada pula Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Rokok, Pajak Reklame, Pajak Alat Berat, Pajak Air Tanah, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya