Minyak Rusia Tetap Mengalir
- Pixabay
Jakarta, VIVA – Ekspor minyak mentah Rusia melalui laut tetap mendekati level tertinggi dalam 16 bulan selama 4 minggu terakhir, menunjukkan sedikit dampak dari upaya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menekan pembeli global agar menghentikan impor dari Moskow.
Menurut data pelacakan kapal hingga 27 September 2025 yang dihimpun oleh Bloomberg, rata-rata pengiriman harian tetap stabil di angka 3,62 juta barel, menyamai level tertinggi sejak Mei 2024.
Arus berkelanjutan ini terjadi meskipun ada upaya terarah AS untuk membujuk 5 negara di luar Uni Eropa dan Kanada agar membatasi impor.
Donald Trump telah menekan Uni Eropa, India, Turkiye, dan China untuk menghentikan pembelian atau impor minyak Rusia, dan menyebut langkah tersebut sebagai upaya untuk memajukan potensi penyelesaian damai Ukraina.
Moskow mengkritik taktik keras Washington DC, dengan mengatakan bahwa negara-negara berdaulat memiliki hak untuk memilih mitra dagang mereka.
Pembelian atau impor minyak Rusia yang terus berlanjut oleh New Delhi khususnya telah memicu kemarahan AS.
Pada Agustus 2025, Washington DC memberlakukan tarif hukuman sebesar 25 persen kepada India, di samping tarif 25 persen yang sebelumnya diberlakukan setelah kedua negara gagal mencapai kesepakatan perdagangan.
India tegas menolak untuk mengurangi impor minyak Rusia dan menyebut kebijakan AS sebagai pemaksaan ekonomi.
China juga demikian. Melalui Kementerian Perdagangan menegaskan kembali niatnya untuk memperdalam kerja sama energi dengan Rusia.
Beijing menyebut akan membela kepentingannya, sementara AS terus mendesak negara G7 untuk mengenakan tarif 100 persen terhadap impor negeri Tirai Bambu.
Yang lebih menyakitkan lagi. Tiga negara anggota NATO juga menolak perintah AS. Hongaria dan Slovakia – keduanya anggota Uni Eropa dan NATO – yang bergantung pada pengiriman pipa telah menyebutkan kendala ekonomi dan logistik dalam mengakhiri impor minyak Rusia.
Sedangkan, impor minyak Turkiye – hanya anggota NATO – dari Rusia juga tetap stabil, rata-rata sekitar 300 ribu barel per hari.
Sementara itu, pengalihan minyak dari kilang-kilang Rusia yang rusak akibat serangan pesawat nirawak Ukraina kemungkinan berkontribusi pada berlanjutnya volume ekspor, menurut Bloomberg via Russia Today, Rabu, 1 Oktober 2025. Namun, kapasitas terminal ekspor dapat menjadi faktor pembatas jika serangan semakin intensif.