Sikap Kontras Klub Liga 2 yang Tunggak Gaji Pemain
- Istimewa
VIVA – Liga 2 2020 bergulir baru satu pekan. Namun, beberapa kasus penunggakan gaji mulai terkuak. Beberapa hari lalu, Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) merilis sejumlah data.
Ada lima klub Liga 2 2020 yang menunggak gaji pemainnya. Mereka adalah PSPS Riau, PSMS Medan, Kalteng Putra, Mitra Kukar, dan Perserang Serang.
(Baca juga: Kalteng Putra Tunggak Gaji 26 Pemain, Pelatih, dan Kitman)
Protes pun bermunculan kepada PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB). Seharusnya kelima klub itu tak diizinkan ikut Liga 2 2020 sebelum melunasi kewajibannya.
Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) sudah berkoordinasi dengan APPI terkait hal ini. Mereka pun akhirnya tidak menerbitkan rekomendasi.
Namun apa daya, Menpora Zainudin Amali sebagai atasan mereka malah datang ke pembukaan Liga 2 2020 di Stadion Batakan, Balikpapan, Kalimantan Timur. Itu artinya dia merestui kompetisi bergulir meski ada beberapa masalah yang tertinggal.
Pemberitaan mengenai tunggakan gaji klub Liga 2 2020 mulai mengemuka. PSPS Riau menjadi klub pertama yang memberikan respons, sebab memang kasus mereka yang menjadi sorotan utama.
PSPS sudah dinyatakan bersalah oleh Badan Penyelesaian Sengketa Nasional (NDRC). Jika belum melunasi tunggakan, tim berjuluk Askar Bertuah tak boleh mendaftarkan pemain dalam tiga periode.
Namun siapa sangka putusan tersebut dilewatkan begitu saja. PSSI dan PT LIB tetap membiarkan mereka berkompetisi, padahal jika merujuk putusan NRDC, mereka seharusnya tak punya pemain.
PSPS pun berkilah. Mereka mengaku sudah berkirim surat kepada PT LIB untuk membayarkan utang lewat uang subsidi Liga 2 2020 sebesar Rp1,25 miliar.
Tapi apakah itu cukup kuat dijadikan alasan? Kuasa hukum APPI, Riza Hufaida mengingatkan PT LIB untuk tak menganggap enteng masalah ini. Sebab, bisa jadi sekarang dibayar lewat subsidi, tapi para pemain musim ini masih dibayangi ancaman sama, yakni gajinya baru dibayar tahun berikutnya.
Belum lagi skema pembayaran uang subsidi dari PT LIB kepada klub dibayarkan melalui skema per termin. Bisa jadi empat kali lebih cicilan. Pemain tetap saja menjadi korban.
"Itu utang dari tahun kapan, jaminannya juga apa? Kalau utang-utang itu bisa dicicil, percayalah tahun depan bakal banyak yang jauh lebih bermasalah," kata Riza.