Ilmuwan Indonesia Bikin Aplikasi Deteksi Penyakit Jantung
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id - Berawal dari ketertarikannya pada pengetahuan tubuh manusia dan pengobatan, seorang ilmuwan kelahiran Demak, Jawa Tengah, ini sukses berkarier di Malaysia. Ia adalah Profesor Eko Supriyanto.
Karier cemerlangnya di Malaysia tak lepas dari jerih payahnya menggabungkan bidang elektronika dengan ilmu pengobatan. Kolaborasi ilmu itu telah melahirkan lebih 30 hak paten dari produk biomedis ciptaannya. Produk itu bernaung di bawah Universitas Teknologi Malaysia (UTM).
Karya terbaru pria kelahiran Desa Ngelo Wetan, Kecamatan Mijen, Demak, itu adalah sebuah aplikasi medis yang mampu mendeteksi seseorang kapan menderita penyakit jantung koroner. Aplikasi yang telah dipatenkan itu diluncurkan perdana di Rumah Sakit Jantung Malaysia pada April 2016.
Dalam aplikasi itu, seorang mudah mendeteksi apakah mendapatkan kelainan jantung atau tidak. Aplikasi yang bisa diakses melalui laman Myhealth-screening.com itu juga mampu memprediksi di usia berapa orang akan mendapat gangguan jantung.
"Secara mudah aplikasi ini berisi sejumlah daftar pertanyaan dari hal-hal yang bisa kita ukur secara medis," kata Eko saat ditemui di Semarang, Selasa, 29 November 2016.
Menurut Eko, pembuatan aplikasi itu berawal dari kebiasaannya menjalankan pola hidup sehat. Dia kemudian terpikir mengukur kuantitif efek hidup sehat. Lalu dibuatlah sebuah grafik mulai sistem jantung sesuai bidang medis yang ditekuninya.
"Harapan saya alat ini bisa jadi alat nasional mengetahui risiko jantung dari seluruh rakyat Indonesia. Maka saya buat statistiknya," ujar sarjana Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung itu.
Untuk mendeteksi kelainan jantung via aplikasi, Eko mengaku perlu mengukur sejumlah faktor risiko. Pertama, risiko genetik dan keturunan. Kedua, sistem tubuh seseorang, seperti berat badan, tekanan darah, kolesterol, dan gula darah. Ketiga, gaya hidup, seperti makanan, minuman, aktivitas fisik, udara sekitar hingga faktor mental.
"Dari grup itu kita kembangkan rumus dalam bentuk aplikasi, lalu kita hitung dan deteksi di usia berapa orang dapat penyakit jantung," ujarnya menjelaskan.Â
Eko butuh waktu enam bulan dalam meriset medis aplikasinya. Mulai tiga bulan membuat rumusan dan tiga bulan menerapkan peranti lunaknya. Uji coba aplikasi itu butuh waktu selama setahun. Uji coba dengan data testing terhadap 12.000 orang di dunia serta pemeriksaan pasien sebanyak 400 orang. Biaya pembuatan aplikasi itu sebanyak Rp200 juta.