Teknologi dan Ilmu Pertanian Masuk Sawah, Learning Farm Ubah Nasib Petani
- ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Jakarta, VIVA – Terobosan produsen benih sayuran hibrida Cap Panah Merah PT East West Seed Indonesia (Ewindo) untuk mendorong kesuksesan petani Indonesia dalam budidaya sayuran melalui learning farm atau sekolah lapangan petani diklaim sukses dan memberikan hasil signifikan.
Hal ini membuatnya terus memperbanyak fasilitas learning farm di berbagai sentra pertanian agar menjadi pusat pembelajaran yang efektif untuk petani.
Learning farm telah berdampak langsung pada peningkatan produksi, efisiensi biaya, dan pemahaman teknologi baru.
Dari sekadar bertani berdasarkan insting dan kebiasaan turun-temurun, kini petani bergerak ke arah pertanian berbasis ilmu dan data.
Para petani juga merasa memiliki tanggung jawab moral untuk menularkan ilmu ke rekan-rekan petani lainnya.
Hasil akhirnya bukan hanya tanaman yang subur, tetapi juga petani yang lebih percaya diri, lebih mandiri, dan lebih siap menghadapi tantangan zaman.
Managing Director Ewindo Glenn Pardede mengatakan pembangunan learning farm merupakan komitmen perusahaan untuk secara berkelanjutan mendukung kesuksesan petani dalam budidaya sayuran.
Selain sebagai tempat transfer pengetahun dan alih teknologi bagi petani, kegiatan ini sekaligus menjadi wadah pembinaan masyarakat, dewasa dan anak-anak, untuk lebih mencintai sayuran dan dunia pertanian.
Sejak pertama kali diluncurkan pada 2022, Ewindo sudah membangun 8 learning farm di berbagai daerah di Indonesia, di antaranya di Batubara, Lampung Timur, Karawang, Magelang, Malang, Banyuwangi, Hulu Sungai Selatan, dan Gowa yang masing-masing memiliki luas lahan rata-rata 1 hektare.
Tak berhenti hanya di 8 daerah tersebut, Glenn juga berencana untuk terus menambahnya hingga mencapai 20 learning farm di berbagai daerah untuk memberikan edukasi kepada petani cara bercocok tanam yang baik.
Bukan cuma alih teknologi, Ewindo akan mempermudah akses petani terhadap benih-benih unggul berkualitas tinggi.
"Kami secara berkelanjutan mengembangkan dan fokus pada benih berkualitas tinggi: produktif, usia panen singkat, tahan penyakit, dan sesuai preferensi pasar serta memastikan ketersediaan benih sepanjang musim tanam, dengan jaringan distribusi nasional," tutur Glenn.
Medison (58) misalnya. Petani cabai asal Solok, Sumatra Barat ini menyadari pentingnya untuk terus memperdalam pengetahuan, terutama mengenai pengendalian penyakit tanaman. Baginya, learning farm bukan hanya tempat pelatihan, tapi juga sumber inspirasi dan pembanding.
"Saya mengapresiasi transfer teknologi yang terjadi di learning farm, seperti penggunaan varietas baru dan efisiensi biaya produksi. Awalnya, tanaman di lahan dan learning farm punya saya, kok, hasilnya beda. Setelah ikut pelatihan dan ilmunya diterapkan, hasilnya jauh lebih baik. Ekonomi pun lebih meningkat,” paparnya.
Sementara itu, Chairani (50), petani dari Kalimantan Selatan, menyoroti pentingnya keberadaan learning farm sebagai pusat edukasi berbasis praktik dan mampu mengubah keraguan menjadi keyakinan.
Lebih dari itu, dirinya juga menyampaikan bahwa melalui Learning Farm, petani di Kalimantan Selatan bisa mengatasi kendala khas wilayah mereka—seperti pH atau tingkat keasaman tanah yang sangat rendah.
“Petani itu sering seenaknya sendiri. Tapi begitu melihat penjelasan di learning farm, mereka jadi lebih tertata. Penjelasannya mudah dipahami dan bisa langsung dipraktikkan. Dengan perlakuan seperti di learning farm, pH tanah kami bisa naik dari 3 ke 6. Ini dampaknya sangat luar biasa,” jelas dia.