Kasus Pelajar SD Terancam Buta Permanen di Jombang Dapat Sorotan Aktivis Anak
- VIVA.co.id/Uki Rama (Malang)
Sementara itu bagi orang tua, Solahudin menyoroti kasus ini juga harusnya jadi pelajaran bagaimana memperhatikan perkembangan dan perilaku anak. Karena hal ini sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya hal serupa.
"Terlebih, dari beberapa kasus yang ada, kekerasan itu dilakukan atas dasar ketidaksengajaan namun karena pengetahuan anak akan kekerasan," tuturnya.
Ia pun mencontohkan salah satu kasus yang terjadi sebelum siswa SD Plus Darul Ulum Jombang terjadi.
"Seperti kasus di SLB itu, anaknya ini tuna grahita namun dia mengonsumsi game online yang berbau kekerasan, dan itu berdampak pada perilaku anaknya yang terdorong melakukan kekerasan. Karenanya, pendidikan dan pengawasan dari keluarga selalu menjadi unit terdekat dari anak juga harus dilakukan," ujar Solahudin.Â
Sedangkan bagi pemerintah, Solahudin menyebut dari tiga kasus itu pelajaran pentingnya adalah bagaimana pengelolaan sekolah tak boleh sembarangan. UKS sebagai unit kesehatan terdekat di sekolah, harus benar-benar dioptimalkan.
"UKS yang ada kebanyakan masih hanya sekadar syarat pelengkap saja untuk penilaian sekolah. Tapi didalamnya cuma ruangan kosong yang isinya balsam dan minyak kayu putih saja misalnya, ini harusnya tidak boleh lagi," tuturnya.
UKS sebagai klinik dasar, harusnya mempunyai tenaga yang mumpuni dan peralatan standa yang bisa memberikan pertolongan pertama.Â
"Pengobatan dan penanganan lanjutan tentu fungsi klinik, tapi minimal dengan alat dan fasilitas yang standar, ini bisa mencegah lebih dini akan pemburukan kondisi," katanya.
Selain itu, rekrutmen guru BK dan penempatan guru BK yang baik juga harusny jadi perhatian pemerintah. Terlebih, selama ini di sejumlah sekolah guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah.
"Padahal seharusnya guru BK ini sifatnya adalah konselor, otomatis minimal basicnya adalah psikologi, dengan itu dia tugasnya sesuai dan bisa mengarahkan anak yang punya kecenderungan lain," ujarnya.
Pihaknya juga berharap, kasus ini menjadi kasus terakhir di Jombang dan tak terulang lagi. Terlebih, dalam kasus seperti ini, anak sebagai terlapor tak akan bisa diproses hukum.
"Jadi sesuai aturan, jika pelaku di bawah 12 tahun ya memang akan dikembalikan ke orang tua. Karena itu, pencegahan yang harus didahulukan, agar tidak ada yang merasa dirugikan atau tidak mendapat keadilan," tuturnya.