Academia Politica Latih Pelajar di Ambon soal Perubahan Iklim dan Pelestarian Laut
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Sebanyak 64 pelajar sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK), serta mahasiswa mengikuti program pelatihan bagi generasi muda yang diselenggarakan Yayasan Partisipasi Muda (YPM) yakni 'Academia Politica'.
Program kali ini mengangkat tema “Dampak Perubahan Iklim Ambon: Nelayan Sulit Dapat Ikan, Kita Sulit Dapat Makan”.
Dalam pemaparan pelatihan tersebut, Co-Founder dan Executive Director YPM, Neildeva Despendya Putri menyampaikan, pihaknya adalah organisasi yang berfokus pada pemberdayaan anak muda untuk menjadi agen perubahan, khususnya dalam isu perubahan iklim.
"Harapannya agar para partisipan yang hadir dapat tumbuh menjadi pemimpin di Ambon bahkan di tingkat Maluku dalam menghadapi tantangan krisis iklim," kata Neildeva seperti dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu 5 Juli 2025.
Namun sebelum mencapai itu, Neildeva mengatakan, penting bagi semua pihak untuk benar-benar memahami isu lingkungan. Tanpa pemahaman yang kuat, upaya menjaga Ambon dan Maluku dari kerusakan lingkungan akan sulit terwujud.
"Keterkaitan antara perubahan iklim dan politik membuka dengan pertanyaan reflektif 'Kenapa anak muda harus melek politik?'. Jawabannya karena setiap keputusan politik berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari," tegas dia.
Neildeva mencontohkan, kualitas udara buruk dan penggunaan energi kotor seperti PLTU batubara membuat masyarakat kesulitan bernapas. Di sisi lain, proyek tambang yang didorong pemerintah menyebabkan laut tercemar, sehingga nelayan kesulitan mencari ikan.
“Selama uang masih jadi tujuan utama, keputusan-keputusan soal lingkungan akan terus menyakiti bumi," katanya.
Sementara itu, Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Pattimura, Mike J. Rolobessy memaparkan, kondisi perubahan iklim di Maluku. Dia menjelaskan, dampak paling nyata dari perubahan iklim di Maluku terlihat pada kerusakan terumbu karang.
"Ativitas manusia seperti pengeboman ikan, pembuangan limbah, penggunaan jangkar kapal secara sembarangan, serta 'bameti' (pengambilan biota laut saat air surut) turut memperparah kerusakan tersebut," kata Mike.
"Akibatnya habitat ikan rusak, alga dan tumbuhan laut terganggu, dan ekosistem laut menjadi tidak stabil. Jika kerusakan ini terus berlanjut, banyak spesies laut akan terancam punah. Selain itu, pola migrasi ikan bisa berubah, sehingga nelayan pun kesulitan mencari ikan karena habitat alami ikan menghilang," imbuh dia.