Anak Muda Manado Diajak Sadar soal Krisis Perubahan Iklim, Minta Kebiasaan Sederhana Ini Dilakukan

Program 'Academica Politica' di Manado
Sumber :
  • Istimewa

Manado, VIVA – Yayasan Partisipasi Muda (YPM) bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Pusat Studi Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) menyelenggarakan program Academia Politica di Kota Manado.

Pramono Sebut Anak Muda Takut Menikah karena Tak Punya Rumah, BPS Ungkap Data Pernikahan di Jakarta Sepanjang 2024

Program Academia Politica adalah sebuah simulasi pembuatan kebijakan publik, dimana peserta bisa bermain peran (role-playing) sebagai aktor-aktor pengambil keputusan dalam isu strategis terkait perubahan iklim.

Total, ada 67 peserta dari berbagai SMA dan kampus di Kota Manado yang bermain peran (role playing) sebagai pembuat kebijakan seperti DPR/DPRD, akademisi, pemerintah, pelaku bisnis, dan LSM. Mereka terdiri dari pelajar dan mahasiswa. 

Pramono Ungkap Anak Muda di Jakarta Takut Menikah karena Belum Punya Rumah

Hasilnya, mereka menyusun policy brief berisi rekomendasi dan solusi dari hasil Focus Group Discussion (FGD).

Melalui program ini, YPM mendorong lahirnya generasi muda Manado yang lebih sadar akan pentingnya menjadi generasi melek politik dan melakukan partisipasi bermakna, khususnya dalam menjaga kelestarian laut Manado dan mengatasi dampak perubahan iklim.

PLN IP Genjot Inovasi Pengelolaan Limbah Sampah di PLTG Gilimanuk

"Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi salah satu kunci penting dalam menghadapi krisis lingkungan," kata Amelia dalam acara "Academia Politica' dengan tema "Krisis Iklim & Wisata Laut Manado: Ko Pikir Cuma Ko Yang Stress? Terumbu Karang Juga Jo! Laut So Nda Enak Lagi For Healing!" di Kota Manado, seperti dikutip Senin 8 September 2025.

Amelia mencontohkan, salah satu kebiasaan sederhana yang bisa dilakukan publik adalah dengan memisahkan sampah berdasarkan jenisnya, misalnya plastik, kertas, dan kaleng. 

"Pemilahan sampah plastik sangat krusial karena memungkinkan proses daur ulang di pabrik, sehingga dapat mengurangi penumpukan limbah plastik dan mencegah semakin banyaknya sampah yang berakhir di laut," kata dia.

"Kalau bukan kita, siapa? Kalau bukan sekarang, kapan? Cintai alam kita demi anak cucu kita," tambah Amelia.

Senada dengan itu, Executive Director Yayasan Partisipasi Muda (YPM), Neildeva Despendya menekankan isu iklim adalah isu politik yang erat kaitannya dengan dinamika kekuasaan dan partisipasi warga.

"Apa yang penguasa dan pemerintah buat akan berpengaruh ke kehidupan pribadi anak muda juga," ungkap Neildeva.

Dia mencontohkan, salah satu kebijakan yang merusak ekosistem laut Manado adalah reklamasi dan tambang. Hal itu diyakini akan membuat orang muda bisa mengalami eco-depression hingga climate anxiety. 

"Untuk itu, penting sekali agar orang muda peduli dan menyuarakan "demand" ke pemerintah untuk menjaga laut Manado, agar dampak perubahan iklim tidak semakin parah," harap Neildeva.

Menjawab suara kelompok masyarakat, Audy Dien selaku perwakilan pemerintah daerah setempat yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pemanfaatan Ruang Laut dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Sulut, menyorot pentingnya kawasan konservasi perairan sebagai solusi berbasis alam yang tidak hanya melindungi ekosistem laut, tetapi juga menjadi benteng alami untuk mitigasi bencana pesisir.

"Saya mendorong generasi muda mengadopsi gaya hidup ramah laut melalui kolaborasi lintas pihak," kata dia. 

Dekan FISIP UNSRAT, Dr. Ferry Daud mewanti mengatakan, untuk merubah suatu kondisi, maka public policy adalah jalan. Menurut dia, pesan itu mengingatkan kita bahwa keterlibatan anak muda dalam proses perumusan kebijakan publik adalah kunci untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan.

Menambahkan hal itu, Prof. Zetly Estefanus Tamod sebagai Guru Besar Konservasi Tanah dan Air Universitas Sam Ratulangi, menegaskan percepatan krisis iklim saat ini utamanya dipicu oleh aktivitas manusia seperti emisi gas rumah kaca, deforestasi, dan industrialisasi. 

Dia pun menyoroti target pemerintah untuk menurunkan emisi hingga 50% secara nasional dan 54% khusus Sulawesi Utara, dengan dukungan regulasi seperti UU No. 32/2009 serta Peraturan Presiden terkait SDGS. 

"Reklamasi pantai membawa dampak serius terhadap ekosistem pesisir dan laut, termasuk terumbu karang," kata Tamod.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya