Orang dengan Fetishme Belum Tentu Gangguan Jiwa, Ini Penjelasannya
- Pexels/Juan Pablo Arenas
Selain itu, bahaya juga dampak timbul seperti saat anak terpapar dengan penyimpangan seksual yang berpotensi menimbulkan perilaku imitasi sehingga anak lainnya kelak juga mengalami penyimpangan seksual.
Alvina menambahkan bahwa dari kriteria diagnosisnya, objek tidak hidup seseorang dengan fetishme tidak termasuk bagian pakaian yang digunakan untuk cross dressing dan bukan alat yang memang di desain untuk memberikan stimulasi genital seperti vibrator.
Fetishme bisa disertai dengan gangguan mental lainnya, misalnya orang tersebut juga memiliki gangguan mood seperti gangguan depresi, gangguan cemas, atau gangguan psikotik.
“Jika ditanya apakah seorang dengan fetishme sendiri mengancam keselamatan atau kejiwaan orang lain, maka kita harus kembali lagi bahwa gangguan fetishistik sendiri melibatkan objek yang tidak hidup dan biasanya ada rasa inadekuat maka konfrontasi secara langsung jarang dilakukan,” ujarnya.
Fetishme mungkin bisa terjadi saat anak menjadi korban atau anak melihat perilaku seksual yang menyimpang. Ada teori lain yang mengatakan bahwa seseorang mungkin mengalami kurangnya kontak seksual sehingga mencari pemuasan dengan cara yang lain.
Terdapat pula teori lainnya yang mengatakan bahwa terjadi keraguan tentang maskulinitas pada laki-laki yang mengalami fetishme atau ada rasa takut adanya penolakan yang terjadi, sehingga ia menggunakan objek yang tidak hidup untuk memberinya kepuasan seksual.
“Secara umum, penyimpangan seksual lebih banyak dialami laki-laki daripada perempuan dan terdapat teori yang mengatakan bahwa fetishme berkembang sejak masa kanak-kanan namun ada pula yang mengatakan onset-nya adalah saat masa pubertas,” jelas dia.
Untuk melakukan penyembuhan, gangguan fetihistik bisa diterapi dengan berbagai modalitas psikoterapi baik individual maupun kelompok serta dapat dilakukan pemberian terapi obat-obatan dan hormon.
“Untuk menghindari gangguan fetish, hendaknya masyarakat menciptakan lingkungan yang ramah anak, peduli pada kesehatan anak baik secara fisik maupun mental, dan bersikap melindungi anak dari paparan kekerasan baik kekerasan fisik, mental, maupun seksual,” kata Alvina.
