Cuti Melahirkan Terbukti Mampu Tingkatkan Durasi Menyusui Secara Signifikan

Ilustrasi ibu menyusui.
Sumber :
  • Pexels/Mart Production

Jakarta, VIVA – Pemerintah Indonesia patut diapresiasi atas keberhasilannya dalam meningkatkan angka pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif selama lima tahun terakhir. Upaya serius dalam menyusun dan menjalankan berbagai regulasi telah membuahkan hasil positif, yang tercermin dari lonjakan signifikan angka ASI eksklusif di tanah air. 

5 Manfaat Hypnotherapy untuk Ibu Menyusui, Kurangi Stres Hingga Tingkatkan Produksi ASI

Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) menyebut bahwa capaian ini menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi hak ibu dan anak. Scroll untuk info lengkapnya, yuk!

Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI), angka pemberian ASI eksklusif meningkat tajam dari 32 persen pada tahun 2007 menjadi 68,6 persen pada tahun 2023. Bahkan, menurut Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2024 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), capaian terbaru mencapai 74,73 persen. 

5 Tips Sehat untuk Ibu Menyusui yang Ingin Puasa di Bulan Ramadan

“Perjalanan kebijakan praktik pemberian makan bayi dan anak di Indonesia telah menunjukkan kemajuan, namun kita masih menghadapi banyak tantangan. Kita harus memperkuat kebijakan yang mendukung pemberian ASI eksklusif,” kata pendiri AIMI, Mia Sutanto, dalam keterangannya, dikutip Kamis 22 Mei 2025.

Ilustrasi menyusui/ASI.

Photo :
  • Freepik/yanalya
Bolehkah Ibu Menyusui Makan Durian? Begini Faktanya

Mia yang juga menjabat Ketua Umum AIMI periode 2007–2018 menegaskan bahwa peningkatan tersebut merupakan hasil kerja bersama, namun masih terdapat faktor-faktor sosial ekonomi dan tingkat pendidikan ibu yang memengaruhi keberhasilan ASI eksklusif. 

“Pemerintah telah melakukan banyak kemajuan, namun kita masih menghadapi tantangan signifikan,” ujarnya.

Salah satu kebijakan penting yang memperkuat perlindungan ibu menyusui adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2012 yang mewajibkan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) pun turut memperkuat posisi hukum ibu menyusui. UU ini mencakup pengaturan tentang pendonor ASI, ruang laktasi di tempat kerja dan fasilitas umum, dan penguatan hak orang tua atas cuti melahirkan.

Pemberian cuti melahirkan merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Ketua Satgas ASI dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Naomi Esthernita, menyatakan bahwa cuti melahirkan terbukti mampu meningkatkan inisiasi dan durasi menyusui secara signifikan.

Naomi merujuk pada sebuah studi tahun 2018 yang menunjukkan bahwa ibu dengan cuti melahirkan selama enam bulan atau lebih, memiliki peluang 30 persen lebih tinggi untuk memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama apabila dibandingkan dengan ibu yang mendapatkan cuti melahirkan kurang dari enam bulan. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri merekomendasikan cuti melahirkan minimal selama 18 minggu atau sekitar enam bulan. Di Indonesia, berdasarkan UU KIA tahun 2024, mengatur bahwa ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan selama 6 bulan. 

Cuti ini terdiri dari 3 bulan pertama yang wajib diberikan oleh pemberi kerja, dan 3 bulan berikutnya yang dapat diberikan jika terdapat kondisi khusus. Hal ini merupakan perbaikan kebijakan yang harus diapresiasi mengingat sebelumnya, cuti melahirkan hanya diberikan selama paling lama 3 bulan. 

Perbandingan dengan negara lain menunjukkan bahwa Indonesia masih bisa lebih baik. Di Asia Tenggara, Vietnam telah memberikan cuti melahirkan selama 180 hari, sedangkan Bulgaria bahkan memberikan hingga 13,4 bulan. Jelas bahwa durasi cuti yang cukup berkontribusi langsung pada keberhasilan menyusui. 

Sementara itu, sektor swasta di bidang kesehatan dan nutrisi telah lama memahami pentingnya pemberian cuti melahirkan hingga 6 bulan untuk memastikan dukungan terhadap pemberian ASI eksklusif. Perusahaan-perusahaan ini telah lama menerapkan kebijakan cuti melahirkan hingga 6 bulan bagi karyawannya. 

Dari perspektif kesehatan, cuti melahirkan memberi dampak positif ganda. Bagi ibu, waktu ini penting untuk pemulihan fisik dan mental pasca persalinan, serta menurunkan risiko depresi postnatal. Sementara bagi bayi, ASI eksklusif memperkuat sistem imun, menurunkan risiko kematian, dan mendukung perkembangan otak yang optimal. Tak hanya berdampak pada individu, cuti melahirkan juga membawa manfaat bagi perusahaan. 

“Bayi yang lebih sehat berarti orangtua lebih jarang mengambil izin sakit. Dan ketika pekerja merasa didukung, mereka lebih semangat kembali bekerja. Ini menciptakan siklus positif antara keluarga dan tempat kerja,” ujar Naomi.

Secara keseluruhan, lonjakan angka ASI eksklusif di Indonesia adalah hasil dari kolaborasi multi pihak—pemerintah, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, media dan masyarakat. 

Ke depan, diharapkan ada langkah nyata dari pemerintah untuk memastikan implementasi UU terbaru, serta memberikan insentif kepada perusahaan yang mendukung pemberian ASI. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi negara teladan dalam mewujudkan generasi yang lebih sehat sejak dini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya