SOROT 346

Amankah Makanan Anda?

Pedagang Pasar Desak Pemerintah Tuntaskan Kasus Beras Plastik
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

Pabrik kerupuk jengkol berbahan boraks digerebek

Cara AS dan Jepang Singkirkan Makanan Berbahaya

Penggerebekan pabrik kerupuk yang menggunakan boraks dan juga bahan kimia lain seperti pewarna dan gula sintetis. Foto: VIVA.co.id / Muhammad Iqbal


6 Makanan yang Sebaiknya Dihindari Saat Berwisata
Tanggung jawab siapa?

Pertanyaan selanjutnya, siapa yang bertanggung jawab? Lalu, apa langkah pemerintah menyikapi maraknya makanan berbahaya di tengah masyarakat. Terlebih menjelang bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri.

“Saya kira masyarakat tenang saja. Saya yakin, ini terjadi pada tempat yang tidak menyebar luas (beras plastik). Kami juga menginstruksikan tim ketahanan pangan untuk mengecek. Sekali lagi, ini ada hikmahnya. Kami minta kepada masyarakat harus lebih mencintai produk dalam negeri,” ujar Menteri Pertanian, Andi Amran, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 26 Mei 2015.

Amran menjamin, dalam menyambut bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, stok pangan nasional dalam keadaan aman. Khususnya beras. “Insya Allah aman,” kata Menteri.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian, Yusni Emilia Harahap, kepada VIVA.co.id, Kamis 28 Mei 2015, menjelaskan soal maraknya makanan berbahan kimia berbahaya.

Menurut Yusni, maraknya makanan berbahaya di tengah masyarakat disebabkan sistem keamanan dan pengawasan pangan yang belum kuat. Makanan yang akan beredar, kata Yusni, seharusnya sudah melewati sistem pengawasan.

Di Indonesia, kata Yusni, sistem keamanan pangan terdiri atas pre-market (persetujuan pemberian izin edar) dan post-market (pengawasan setelah edar).

Sebelum makanan beredar, sudah harus terdaftar, tersertifikasi, dan lolos tes kelayakan.

Jauhi Makanan Ini di Bulan Kedua Kehamilan

“Mulai dari mana dan bagaimana pengolahannya. Ada formalin atau zat berbahaya nggak, bagaimana packing house-nya. Itu bisa kita evaluasi sesuai kaidah-kaidahnya. Lalu, kemudian masuk ke post-market, beredarlah makanan itu. Itu juga kembali dilakukan pengawasan yang reguler,” ujar Yusni.

Kata Yusni, ada delapan unit eselon satu lintas kementerian/lembaga yang memiliki peran dalam pengawasan makanan yang beredar di masyarakat. Delapan unit itu, menurut Yusni, sudah terintegrasi dan terikat oleh Memorandum of Understanding (MoU).

“Dikoordinasi oleh Kemendag melalui Dirjen Standardisasi Perlindungan Konsumen. Lalu, di Kementan ada dua ditjen yang terlibat, yakni Badan Karantina Pertanian dan Ditjen Pengolahan Pemasaran Hasil Pertanian. Dari lembaga lain juga ada, termasuk Bea Cukai, dan BPOM,” ujar Yusni.

Menurut Yusni, untuk menghindari makanan berbahaya bagi masyarakat, pihak-pihak terkait harus maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Terutama, otoritas keamanan pangan di daerah. Jika otoritas ini kuat, sumber dayanya maksimal, sarana dan prasarana memadai, termasuk laboratorium lengkap, makanan berbahaya bisa diminimalisasi.

“Jangan ada peristiwa baru pada bergerak. Jadi, sistem itu yang harus dibangun secara kuat. Nggak bisa ada kasus kita baru bereaksi. Intinya, semua lembaga di daerah seperti gubernur, harus ikut serta,” kata Yusni. 

Kementerian Pertanian, kata Yusni, terus berusaha maksimal untuk melindungi masyarakat dari makanan berbahaya.

“Dengan peran semua pihak, semua pengontrolan dan pengawasan bisa lebih ketat, sehingga orang-orang yang memanfaatkan untuk mengambil peran tidak bertanggung jawab bisa diminimalisasi,” kata Yusni.

Sementara itu, berdasarkan data World Health Organization (WHO) yang dirilis Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), menunjukkan bahwa bahaya yang disebabkan oleh penyakit karena makanan menjadi ancaman global.

WHO memperkirakan ada sekitar dua juta korban, terutama anak-anak, meninggal setiap tahunnya akibat makanan yang tidak aman.

“Di Indonesia, berdasarkan laporan Balai Besar/Balai POM selama periode tahun 2009-2013 diasumsikan bahwa dugaan kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang terjadi per tahunnya sebanyak 10.700 kasus dengan 411.500 orang sakit dan 2.500 orang meninggal dunia," tulis Biro Hukum dan Humas Badan POM.

Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kasus KLB keracunan pangan tersebut diperkirakan mencapai Rp2,9 triliun.

Permasalahan keamanan pangan menjadi perhatian serius. Jika tidak, seluruh generasi Indonesia akan terkontaminasi zat berbahaya dalam tubuhnya. Menurut BPOM, hal itu menjadi isu lintas sektor dan tanggung jawab bersama. Bukan hanya BPOM.

“Badan POM tidak dapat melakukan pengawasan keamanan pangan ini secara single player. Permasalahan keamanan pangan bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah, melainkan juga para pelaku usaha dan peran serta masyarakat. Mari bersama kita pastikan produk makanan yang beredar di masyarakat terjamin keamanan, mutu, dan gizinya,” sebut BPOM.

Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, mengatakan bahwa Kementeriannya juga akan menertibkan peredaran makanan dan minuman olahan yang membahayakan kesehatan manusia.

"Kami akan menertibkan makanan berbahan formalin. Misalnya sekarang ada bihun berformalin, kami akan mengecek di mana saja dia mendistribusikannya," kata Rachmat, di Jakarta, Rabu 27 Mei 2015.

Kementerian Perdagangan, lanjut Rachmat, menggandeng Kementerian Pertanian, BPOM, Polri, pemerintah daerah, dan instansi lainnya untuk memantau dan mengawasi pangan, baik pangan segar maupun pangan olahan. Terlebih, menghadapi Ramadan dan Idul Fitri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya