Efek Domino Tarif Baru Trump Bagi Industri Otomotif RI

Ilustrasi Donald Trump dan kebijakan tarif mobil impor
Sumber :
  • Carscoops

Jakarta, VIVA – Kebijakan tarif impor tinggi yang digulirkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpotensi memunculkan efek domino terhadap sektor otomotif global, termasuk di Indonesia.

Kanada Akan Akui Palestina, Trump Ancam Kesepakatan Dagang

Pengamat otomotif, Yannes Martinus Pasaribu mengatakan meski Amerika Serikat memang bukan pasar utama ekspor mobil Indonesia, namun kebijakan tarif sebesar 32 persen tetap berpotensi memberikan dampak signifikan.

"Indonesia memang lebih banyak mengekspor ke Filipina, Vietnam, Timur Tengah, dan Afrika. Namun, saat tarif AS naik, efeknya bisa menyebar secara global. Kalau importir AS mulai mengurangi pesanan, volume produksi bisa turun, dan itu bisa menekan industri secara keseluruhan di Indonesia," ujarnya saat dihubungi VIVA belum lama ini.

Trump Tetapkan Tarif 50 Persen untuk Impor Tembaga, Berlaku 1 Agustus

Yannes menyampaikan bahwa meski tarif terhadap Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Vietnam (46%) dan Thailand (37%), kompetisi tetap ketat.

Ilustrasi pabrik mobil

Photo :
  • Nyt
Trump Naikkan Tarif Impor Brasil hingga 50 Persen

"Kalau cost produksi di Indonesia tidak bisa bersaing, importir AS bisa berpaling ke negara lain. Ini berpotensi menurunkan permintaan secara signifikan," tuturnya.

Ia menambahkan, "Jika demikian yang terjadi, maka dapat menurunkan volume produksi pabrik parts yang ada di Indonesia dan ini bisa berujung pada pengurangan tenaga kerja."

Senada, Bhima Yudhistira, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), menjelaskan bahwa kebijakan tarif baru tersebut memiliki potensi memicu krisis sektor otomotif yang sudah dalam tekanan.

“Sektor otomotif itu sangat terhubung dalam rantai pasok global. Saat ada tarif 25% untuk produk otomotif yang masuk ke AS, beban biaya bertambah dan efeknya bisa merembet ke mana-mana, termasuk pasar domestik,” kata Bhima saat dihubungi VIVA baru-baru ini.

Menurutnya, sebagian bahan baku otomotif Indonesia masih diimpor, sehingga beban biaya tambahan dari kebijakan luar negeri bisa meningkatkan harga jual di dalam negeri.

“Kalau tekanan ini terus berlangsung, harga suku cadang bisa naik dan harga mobil baru pun kemungkinan besar akan mengalami penyesuaian. Konsumen pada akhirnya yang menanggung,” jelasnya.

Bhima juga mengingatkan bahwa dampak dari sektor otomotif tidak berhenti di industri semata.

“Kalau daya beli turun, potensi kredit macet di perusahaan pembiayaan (multifinance) juga akan meningkat. Ini bisa berpengaruh pada sektor keuangan secara lebih luas, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya