Mobil-Mobil Ini Kurang Laku, Penjualannya di Bawah 10 Unit per Bulan
- Seres Indonesia
Jakarta, VIVA – Penjualan mobil di Indonesia terus menunjukkan dinamika yang menarik, termasuk untuk model-model yang kurang diminati konsumen.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), dilihat VIVA Otomotif Rabu 19 Maret 2025, beberapa merek kendaraan hanya mencatatkan penjualan kurang dari 10 unit per bulan selama awal tahun 2025.
Audi: Penjualan yang Sangat Minim
Logo Audi
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Merek premium asal Jerman, Audi, mencatatkan angka penjualan yang sangat rendah pada Januari dan Februari 2025.
Dari data wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer), Audi bahkan tidak mencatatkan penjualan satu unit pun pada Januari, dan hanya terjual dua unit pada Februari.
Sementara itu, dalam data retail sales (penjualan ke konsumen), Audi hanya mencatatkan satu unit terjual pada Januari dan dua unit pada Februari. Angka ini mengindikasikan bahwa permintaan terhadap merek ini masih sangat terbatas di pasar Indonesia.
Volkswagen: Penjualan Sedikit Lebih Baik
Logo VW
- Carscoops
Volkswagen (VW), merek otomotif lain dari Jerman, memiliki angka penjualan yang lebih baik dibandingkan Audi, meskipun masih di bawah angka 10 unit per bulan.
Dalam data wholesales, VW mencatatkan empat unit terjual pada Januari dan enam unit pada Februari. Dari sisi retail sales, performanya sedikit lebih baik, dengan delapan unit terjual pada Januari dan tujuh unit pada Februari.
Hal ini menunjukkan bahwa ada permintaan yang lebih stabil untuk merek ini dibandingkan Audi, meskipun jumlahnya masih tergolong kecil.
Seres: Mobil Listrik yang Masih Mencari Pasar
Seres, merek yang dikenal dengan kendaraan listriknya, juga mengalami penjualan terbatas. Dalam data wholesales, Seres menjual enam unit pada Januari dan sembilan unit pada Februari.
Dengan meningkatnya tren kendaraan listrik di Indonesia, angka ini masih tergolong rendah dibandingkan merek lain yang lebih populer.
Penjualan yang rendah ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti harga yang relatif mahal, kurangnya jaringan layanan purna jual, atau persaingan ketat dengan merek-merek lain yang lebih dulu mapan di pasar Indonesia.