Perang Harga Mobil Makin Panas, Suzuki Pilih Jalur Berbeda
- VIVA/Yunisa Herawati
Jakarta, VIVA - Di tengah maraknya strategi banting harga yang dilakukan sejumlah merek otomotif, Suzuki Indonesia memilih untuk tidak ikut terlibat dalam perang harga. Produsen asal Jepang ini menegaskan tetap fokus pada kualitas produk, layanan, dan kepercayaan jangka panjang konsumen.
“Kami tidak akan mengorbankan kualitas hanya demi menurunkan harga. Kompetisi bukan hanya di harga, tapi juga di kualitas produk, pelayanan, dan aftersales,” ujar Deputy Managing Director PT Suzuki Indomobil Sales, Donny Saputra di Jakarta, Sabtu 5 Juli 2025.
Fenomena perang harga disebut Suzuki bukan hal baru. Bahkan sejak era 1980-an, strategi ini sudah digunakan berbagai merek untuk mendongkrak volume penjualan. Namun saat ini terlihat lebih tajam karena makin banyak pemain di satu segmen yang sama.
“Sekarang, satu segmen bisa diisi 8 sampai 9 model. Jadi terlihat makin kompetitif. Tapi kami punya strategi berbeda,” tuturnya.
Ia menjelaskan, pihaknya tidak akan mengandalkan diskon besar-besaran sebagai strategi utama. Sebaliknya, mereka fokus pada value yang ditawarkan produk yaitu dari segi kualitas, efisiensi biaya kepemilikan, hingga layanan purnajual.
Langkah ini disebut lebih penting dalam menjaga kepercayaan konsumen, apalagi Suzuki sudah lebih dari 50 tahun hadir di Indonesia.
“Kami ingin konsumen tidak hanya merasa untung saat beli, tapi juga nyaman dan percaya selama menggunakan produk kami,” ujar dia.
Sikap ini juga terlihat dari peluncuran SUV terbaru mereka, Suzuki Fronx, yang mengisi celah kosong di segmen compact SUV 5-penumpang dengan rentang harga mulai Rp 250 jutaan.
Ia melanjutkan, Suzuki menargetkan Fronx bisa menjangkau konsumen baru, khususnya first car buyer dan additional buyer, tanpa menggeser pasar XL7 atau Ertiga yang sudah eksis di segmen 3 baris.
Meski demikian, Suzuki tetap membuka kemungkinan adanya program penjualan atau promo musiman. Hanya saja, mereka membedakan itu dengan strategi “bakar harga” yang dapat berdampak pada persepsi nilai merek.
“Kepercayaan konsumen adalah aset. Fokus kami adalah membangun hubungan jangka panjang, bukan keuntungan sesaat,” tutupnya.