Problem Perempuan Bekerja, Tak Cuma soal Cuti Haid

Ilustrasi wanita bekerja di kantor.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Amanda (35 tahun) adalah salah satu pegawai administrasi di sebuah perusahaan jasa. Ia juga seorang ibu dari 2 orang anak yang masih berusia 7 dan 5 tahun.

7 Aplikasi Meditasi Terbaik untuk Redakan Stres dan Tingkatkan Fokus di 2025

Setiap hari Amanda bangun pukul 4 pagi untuk mempersiapkan kebutuhan anak, suami, mertua sekaligus dirinya. Tak hanya mencuci dan menyiapkan pakaian, ia juga memasak dan memastikan anak-anaknya kecukupan gizi.

Pukul 7.30 pagi setelah anak-anak dan suaminya berangkat beraktivitas, ia lekas bergegas menyiapkan kebutuhannya berangkat ke kantor.

Penjualan Turun Jadi Rp239 Miliar, Bangun Kosambi Fokus pada Pengembangan Portofolio Pendapatan

Amanda harus menempuh jarak kurang lebih 20 km untuk sampai ke kantornya di kawasan Karet Jakarta Selatan, berdesakan di angkutan umum sekaligus menghadang macet. Setelah berkutat seharian dengan urusan kantor, ia kembali harus menghadapi kemacetan dan baru tiba di rumah pukul 9 malam.

Tugasnya belum selesai sampai di situ.  Pulang kerja ia tetap harus memastikan anak-anak, suami dan mertuanya menjalani harinya dengan baik sekaligus membereskan rumah dan cucian piring.

Cara Sederhana Meningkatkan Kualitas Hidup dengan 5 Kebiasaan Ini

Kisah Amanda memang sangat klasik terdengar. Ada pepatah yang bilang bahwa jadi pekerja perempuan tidaklah mudah.

Ilustrasi wanita stres dengan pekerjaan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 menyebut, ada 46,3 juta pekerja perempuan seperti Amanda. Hal itu menandai bahwa pekerja perempuan terus meningkat. Dari 262 juta penduduk Indonesia, sebanyak 114 juta penduduk merupakan pekerja, di mana jumlah pekerja laki-laki sebesar 71,7 juta dan jumlah pekerja perempuan sekitar 46,3 juta.

Berbeda dengan laki-laki, pekerja perempuan memiliki tingkat problematika yang lebih kompleks. Saat memilih untuk bekerja, perempuan tahu akan ada risiko yang harus ditanggung. Membagi peran antara karier dan keluarga (memikul peran ganda). 

Tidak ada larangan memang bagi perempuan untuk bekerja, namun masalah yang dihadapi tidaklah sebanding.

Eksploitasi dan diskriminasi di dunia kerja

Para pekerja perempuan yang jumlahnya hampir 40 persen  dari total pekerja ini sangat rentan mengalami eksploitasi dan diskriminasi.

Mereka juga mempunyai peran ganda dan rentan terpapar bahaya di tempat kerja di samping secara alamiah mengalami fase haid, hamil, melahirkan, nifas dan menyusui. 

Drg. Kartini Rustandi M.Kes., Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Dirjen Kesehatan Masyarakat, menyebut soal permasalahan utama pada perempuan pekerja di Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya