Erdogan Menang dan Mimpi Rakyat yang Terbelah
- Kayhan Ozer/Presidential Palace/Handout via REUTERS
“Anda seharusnya bisa membedakan mana jurnalis mana teroris, jangan hanya karena pakai kartu pers lantas mereka kita sebut jurnalis,” jawab Erdogan sebagaimana dilansir BBC.
Pekerjaan Rumah Tokoh Sentral
Mengamati hal tersebut, Dosen Kajian Strategis dan Global Universitas Indonesia yang juga Pengamat Timur Tengah, Muhamad Syauqilah, menilai bahwa kemenangan ini meneguhkan bahwa Erdogan memang tengah menjadi tokoh sentral. Menangnya Erdogan satu putaran menunjukkan tidak banyak koreksi elektoral atas kebijakannya selama berkuasa.
Meski disebutkan Syauqilah, angka perolehan suara Erdogan sebenarnya cenderung stagnan bila dibandingkan yang dia peroleh sebelumnya. Tahun 2014, Erdogan juga memperoleh suara hingga 53 persen.
“Yang agak unik, perolehan Erdogan yang stagnan tidak diikuti oleh Partai AK (AKP) di mana AKP mengalami defisit suara yang cukup tajam sekitar 42 persen, terkoreksi 7 persen. Pada 2015, AKP mencatatkan 49 persen,” kata Syauqilah kepada VIVA, Senin 25 Juni 2018.
Menurutnya, tugas berat menanti Erdogan di periode kepemimpinan baru. Apalagi diketahui bahwa hingga saat ini situasi politik dan keamanan Turki juga menjadi persoalan setelah masyarakat di negara tersebut bagai terbelah pascapenggulingan kekuasaan yang gagal pada Juli, dua tahun lalu.
Empat hal yang menjadi pekerjaan rumahnya yakni, pertama, inflasi Turki yang tinggi yaitu 11,97 persen sehingga kondisi ekonomi perlu segera diperbaiki.
Kedua, akselerasi kebijakan dengan sistem presidensial yang awalnya parlementer dalam birokrasi pemerintahan. Ketiga, masalah terorisme dan konflik dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan konflik Suriah yang mana menyebabkan membludaknya pengungsi Suriah di Turki.
Keempat, implementasi sistem presidensial dalam koalisi dengan Partai Rakyat Nasionalis (MHP). (one)
