Nasib Si Milenial, Terjebak Lingkaran Generasi Sandwich

Ilustrasi keluarga
Sumber :
  • Pixabay/Denise Husted

Ilustrasi perceraian.

Tips Perencanaan Keuangan untuk Memutus Rantai Generasi Sandwich

Jika dibiarkan tanpa solusi, tentu akan berdampak pada kesehatan dan kondisi keluarga secara keseluruhan. 

"Kalau stres didiamkan akan muncul keluhan fisik seperti pusing, bisa psikosomatis. Dan jika dibiarkan berlarut larut bisa menjadi depresi dan bisa hingga naik level menjadi lebih parah."

Inovasi Konten Edukasi Berbuah Prestasi, Jadi Solusi Tantangan Generasi Sandwich

Di lain sisi, kondisi yang melibatkan generasi ini juga rentan perceraian. "Pasti hal itu akan terus memicu konflik hingga sebabkan perceraian. Karena banyak kebutuhan, kepentingan berbenturan, baik dari atasnya (orang tua), bawahnya (anak dan istri), baik dengan kepentingan dia sendiri."

Hidup dinamis sebagai generasi sandwich

Generasi 'Sandwich' Mesti Cerdas Atur Keuangan, Jenis Investasi Ini Bisa Jadi Pertimbangan

Hidup sebagai generasi sandwich sudah tak terelakkan. Dan bagaimanapun, generasi ini tidak selamanya negatif karena ada hal-hal positif yang bisa dilakukan. Semua tergantung bagaimana Anda menjalaninya.

"Butuh support dari lingkungan, tipsnya yang pertama realistis dengan kemampuan, bisa mengukur dalam sehari maksimalkan semua. Termasuk pasangan, berbagi peran, berbagi tugas," ujar Vera.

Sementara itu, menurut buku ‘Mertua vs Menantu’ yang ditulis Hendra Sipayung yang mengutip ungkapan guru besar Prikologi, Prof. Dr. Jeanette Murad Lesmana soal konflik generasi sandwich, dirinya menyebut bahwa generasi ini biasanya terjadi karena pasangan belum memiliki pemahaman atau kesepakatan tentang beberapa hal berikut ini. 

1. Kebiasaan. Setiap rumah memiliki kebiasaan masing-masing. Karena itu,  menantu sebagai "pendatang" harus bisa menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang berlaku di rumah mertua. Misalnya, jika mertua tipe rajin, maka menantu sebaiknya tidak bangun di atas jam 10 pagi, meskipun di akhir pekan atau hari libur. 

2. Kontribusi. Bukan hanya uang, tapi juga kontribusi fisik, waktu, dan lain-lain. Anggota keluarga harus berdiskusi agar jelas task list atau kontribusi soal siapa memberi berapa, siapa mengerjakan apa, dan sebagainya. Tapi dalam hal ini, pasangan tidak perlu memaksakan diri jika belum mampu memberi konstribusi maksimal. Sesuaikan dengan kemampuan saja. 

3. Pola asuh. Pola pengasuhan anak mengikuti aturan dari orang tua, bukan kakek nenek. Karena anak adalah produk dari orang tua, bukan kakek nenek. Bila kakek nenek ingin melarang ini itu pada cucu (anak), maka harus sepengetahuan orang tuanya (anda dan pasangan), agar anak tahu, otoritas ada di tangan orang tua bukan kakek nenek.  

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya