Cerita Rio Dewanto Kenakan Baju Astronot di Film Barunya

Rio Dewanto.
Sumber :
  • VIVA/Aiz Budhi.

VIVA – Rumah produksi Mahakarya Pictures resmi mengumumkan jajaran pemeran utama dalam film fiksi ilmiah terbaru mereka, Pelangi di Mars. Film ini menggandeng aktor kenamaan Rio Dewanto sebagai Banyu, Lutesha sebagai Pratiwi, dan Messi Gusti yang memerankan tokoh utama, Pelangi.

Rio Dewanto hingga Nova Eliza Bintangi Proyek Baru Joko Anwar, Legenda Kelam Malin Kundang

Ketiganya membagikan pengalaman menarik dan penuh tantangan selama proses syuting film yang menggunakan teknologi Extended Reality (XR) tersebut.

Messi Gusti, pemeran Pelangi, mengaku mengalami kesulitan besar saat mengenakan kostum astronot selama syuting. Kostum tersebut berat, panas, dan sangat membatasi gerak tubuhnya. Tantangan ini menjadi salah satu pengalaman paling menantang selama proses produksi.

Awal 2025, Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan Jalankan Ibadah Umrah, Sampaikan Isi Hati Menyentuh

“Aku keberatan pakai baju ini, emang berat. Sebenarnya pas awal-awal pakai berat, panas, agak sulit untuk bergerak. Padahal di film gerakan aku harus sebanyak itu, sepowerfull itu,” ungkap Messi saat acara character reveal di Doss Guava XR Studio, Jakarta Selatan, Kamis, 17 Juli 2025.

Tak hanya itu, helm astronot yang digunakan oleh para pemain berbobot hampir 3 kilogram. Namun, Messi mulai terbantu setelah beberapa bagian kostum dibantu oleh tim produksi agar lebih ringan dan fleksibel.

Di Balik Kegagahannya, Rio Dewanto Ternyata Buta Warna

“Padahal bajunya agak susah bergerak tapi beberapa udah di-carry, begitu akhirnya lumayan bisa bergerak,” lanjutnya.

Rio Dewanto juga merasakan tantangan serupa. Meski demikian, ia mengaku cukup tertolong oleh adanya kipas angin kecil di dalam helmnya, yang membantu meringankan panas dan membuatnya lebih nyaman saat berakting.

“Tapi karena ada kipas angin, jadi kita kadang-kadang nyaman. Cuma kadang-kadang kalau dengerin orang ngomong agak susah, karena punya kipas gitu. Aduh ngomong apa nih,” ujarnya lalu tertawa.

Lutesha mengungkapkan bahwa Pelangi di Mars merupakan proyek pertamanya yang memanfaatkan teknologi XR. Ia menyebut pengalaman ini menantang karena menuntut imajinasi tinggi dalam merespons dunia digital yang belum tampak secara visual di lokasi syuting.

“Jadi ini memang membutuhkan tingkat fokus dan daya imajinasi yang lebih tinggi. Kan yang kita lihat yang ada gambarnya tuh layarnya di belakang gitu tapi yang kita melihat depan hitam-hitam ini. Jadi mau enggak mau kita harus ngerespon dengan daya imajinasi kita,” jelas Lutesha.

Senada dengan Lutesha, Rio Dewanto menambahkan bahwa teknologi XR sangat membantu dalam membangun atmosfer dunia fiksi yang digambarkan dalam film. XR membuat para pemain lebih mudah memahami lokasi dan emosi adegan yang mereka mainkan.

“Tapi dengan adanya XR di belakang kita itu sangat membantu banget sih. Oh ternyata kita lagi ada disini dibandingin semuanya green kan terkadang kita bingung gitu ya. Ini kita ada dimana, kita harus ngebayangin terus. Ya menyenangkan sih buat gue experience-nya karena ini pertama kali ya,” katanya.

Rio juga memberikan pujian khusus kepada sutradara Upie Guava dan produser Dendi Reynando yang dinilainya sangat detail dalam setiap aspek produksi film ini.

“Menurut gue nih Upie dan Dendi dan teman-teman di sini, ini disruptif banget di perfilman Indonesia. Terutama karena ini belum pernah terjadi. Upi tuh orangnya ngulik banget. Semua dikulik dari suara, dari sound, dari kamera, dari perintilannya,” puji Rio.

Bahkan, Rio menyebut bahwa Upie tidak hanya menjadi sutradara, tetapi juga langsung mengoperasikan kamera di beberapa adegan untuk memastikan hasil maksimal.

Sutradara Upie Guava menjelaskan bahwa proses syuting berlangsung selama 26 hari dan dibagi dalam dua tahap: motion capture dan live action. Tahap pertama melibatkan animasi dan pemeran robot, sementara tahap kedua berfokus pada aktor manusia seperti Messi, Lutesha, dan Rio.

“Syuting itu tuh ada dua sesi sebenernya. Karena teknologi ini tuh ada animasi dan ada live action. Yang animasi itu kita sebut motion capture syuting, yang terlibat tuh hanya Pelangi dan para pemeran robot,” jelas Upie.

Ia menambahkan bahwa proses syuting motion capture berlangsung selama 12 hari, sementara pengambilan gambar live action dilakukan selama 14 hari. Saat ini, film tengah memasuki tahap akhir penyuntingan.

“Kalau gambarnya tuh udah selesai. Jadi tinggal polish,” tutupnya.

Sinopsis Film Pelangi di Mars

Pelangi di Mars mengisahkan masa depan tahun 2080, saat persediaan air di Bumi menipis dan dikendalikan oleh perusahaan raksasa bernama Nerotex. Di tengah keterpurukan itu, Pelangi—manusia pertama yang lahir di Mars—menjalani hidup sendirian setelah ditinggal ibunya, Pratiwi, dan koloni manusia yang sebelumnya bermukim di planet merah tersebut.

Suatu hari, Pelangi menemukan kelompok robot rusak yang sudah lama ditinggalkan. Pertemuan ini menjadi awal dari misi penyelamatan umat manusia. Bersama para robot, Pelangi berjuang mencari mineral legendaris bernama Zeolith Omega, yang diyakini mampu memurnikan air dan mengembalikan harapan hidup di Bumi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya