Didesak Soal Dugaan Korupsi Perumahan DPRD Rp16 Miliar, Lucky Hakim: Saya Fokus Sekolah Rakyat, Bukan Kasus Lama
- tvOne/Opih Riharjo
Indramayu, VIVA – Kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD Indramayu tahun 2022 kembali memanas. Desakan agar Kejaksaan Tinggi Jawa Barat segera menetapkan tersangka semakin nyaring terdengar, salah satunya lewat aksi yang digelar Gerakan Aktivis Penyelamat Uang Negara (Gapura) di depan kantor Kejati Jabar.
Ketua Gapura Indramayu, Rudi Lueonadi, menegaskan bahwa pihaknya tak akan berhenti menuntut kejelasan perkara yang ditaksir menelan anggaran Rp16,8 miliar itu. Scroll untuk informasi selengkapnya!
“Kami meminta Kejati Jabar segera menetapkan tersangka. Dalam audiensi dengan Kasipenkum Kejati Jabar, Sri Nurcahyawijaya, disebutkan sudah ada 29 orang yang diperiksa, dan dijanjikan pada bulan Oktober akan ada penetapan tersangka,” ujar Rudi.
Kasus yang menyeret nama mantan Ketua DPRD Indramayu, Syaefudin—kini menjabat Wakil Bupati Indramayu—bermula dari temuan Gerakan Pemuda Peduli Perubahan Indramayu (PPPI). Mereka mendapati adanya kejanggalan dalam pemberian tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD pada 2022.
Menurut PPPI, Ketua DPRD kala itu mendapat Rp40 juta per bulan, wakil ketua Rp35 juta, dan anggota Rp30 juta. Jumlah keseluruhan mencapai Rp16,8 miliar. PPPI menilai anggaran tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan DPRD.
Kejati Jabar sendiri telah menaikkan status perkara ke tahap penyidikan. Kasipenkum Kejati Jabar, Sri Nurcahyawijaya, membenarkan bahwa belasan orang sudah diperiksa.
“Kurang lebih 29 orang sudah dimintai keterangan. Proses penyidikan diharapkan bisa segera rampung. Namun, penetapan tersangka tetap menunggu perkembangan hasil penyidikan,” jelasnya, Kamis 18 September 2025.
Namun, sorotan media justru tertuju pada Bupati Indramayu, Lucky Hakim, yang turut dimintai tanggapan. Menariknya, Lucky memilih untuk tidak ikut terbawa arus polemik. Ia menegaskan saat ini dirinya lebih ingin fokus pada agenda pendidikan, khususnya program sekolah rakyat.
“Mohon maaf, sebenarnya saat ini kita sedang membahas sekolah rakyat. Kalau soal yang Anda tanyakan, saya belum tahu persis, apalagi kejadiannya di tahun ketika saya masih menjabat wakil dan bahkan saat itu saya mengundurkan diri,” ucap Lucky singkat.
Sementara itu, pihak yang namanya kerap dikaitkan dalam kasus, yakni Wakil Bupati Syaefudin, hingga kini belum berhasil dimintai keterangan.
Kasus Indramayu ini muncul di tengah gaduhnya isu serupa di tingkat pusat. Publik baru saja dikejutkan dengan kabar tunjangan perumahan anggota DPR RI yang mencapai Rp50 juta per bulan. Angka fantastis itu langsung memicu gelombang kritik, karena dianggap tidak sebanding dengan kondisi rakyat yang masih kesulitan membeli beras atau membayar sewa rumah kontrakan.