Review Film Thunderbolts, Keberanian Marvel Hadirkan Cerita Kelam

Film Thunderbolts
Sumber :
  • Marvel Studios

VIVA – Marvel Studios kembali menghadirkan sebuah sajian sinematik yang berbeda melalui film Thunderbolts, yang dijadwalkan tayang perdana pada 2 Mei 2025.

4 Alasan Fantastic Four: First Steps Jadi Penyelamat Marvel di Box Office

Mengusung kisah sekelompok antihero, film ini menjadi angin segar dalam Marvel Cinematic Universe (MCU) dengan nuansa yang lebih gelap, introspektif, dan penuh konflik emosional.

Sama-sama Film Super Hero, Mending Nonton Superman atau Fantastic Four?

Sinopsis: Misi Berbahaya, Masa Lalu yang Menghantui

Thunderbolts berkisah tentang sekumpulan karakter dengan latar belakang kelam yang direkrut oleh Valentina Allegra de Fontaine (diperankan Julia Louis-Dreyfus), seorang agen pemerintah dengan agenda misterius.

Sinopsis Film The Fantastic Four: First Steps, Sajikan Nuansa Retro Tahun 60-an

Mereka dikumpulkan bukan sebagai pahlawan, melainkan sebagai alat untuk menjalankan misi-misi berbahaya yang tak bisa dipercayakan kepada Avengers.

Anggota tim ini antara lain Yelena Belova (Florence Pugh), Bucky Barnes alias Winter Soldier (Sebastian Stan), Red Guardian (David Harbour), John Walker alias U.S. Agent (Wyatt Russell), Ghost (Hannah John-Kamen) dan Taskmaster (Olga Kurylenko). Meski dipaksa bekerja sama, masing-masing dari mereka menyimpan luka batin dan dendam pribadi yang mengancam kerja sama tim.

Ketika misi yang mereka jalani ternyata adalah bagian dari rencana besar yang melibatkan eksperimen super-serum berbahaya, para anggota Thunderbolts dihadapkan pada pilihan: mengikuti perintah atau memberontak demi menyelamatkan apa yang tersisa dari kemanusiaan mereka.

Pemeran dan Tim Produksi

Film ini dibintangi oleh Florence Pugh sebagai Yelena Belova, Sebastian Stan sebagai Bucky Barnes, David Harbour sebagai Red Guardian, Wyatt Russell sebagai U.S. Agent, Hannah John-Kamen sebagai Ghost, Olga Kurylenko sebagai Taskmaster, Lewis Pullman sebagai Sentry, Geraldine Viswanathan sebagai Mel, serta Julia Louis-Dreyfus sebagai Valentina Allegra de Fontaine.

Disutradarai oleh Jake Schreier, film ini ditulis oleh Eric Pearson, Joanna Calo, dan Lee Sung Jin, serta diproduksi oleh Kevin Feige. Musik latar digarap oleh Son Lux, dan sinematografi dipercayakan kepada Andrew Droz Palermo.

Review Film Thunderbolts

Thunderbolts menghadirkan karakter-karakter dengan masa lalu kelam dan reputasi abu-abu. Yelena Belova (Florence Pugh), adik tiri Black Widow, menjadi pusat emosional film ini.

Bersamanya ada Bucky Barnes (Sebastian Stan) yang masih dihantui oleh masa lalunya sebagai Winter Soldier, Red Guardian (David Harbour) yang canggung tapi berambisi, dan John Walker alias U.S. Agent (Wyatt Russell), prajurit yang berusaha menebus tindakan brutal di masa lalu.

Karakter lainnya, seperti Ghost (Hannah John-Kamen) dan Taskmaster (Olga Kurylenko), memberikan nuansa misterius dan trauma pribadi yang mendalam.

Mereka direkrut oleh Valentina Allegra de Fontaine (Julia Louis-Dreyfus), agen rahasia dengan agenda tersembunyi yang memanipulasi kekacauan untuk kepentingan politik.

Cerita Tentang Kekacauan dan Harapan

Berbeda dengan film MCU sebelumnya, Thunderbolts tidak menekankan konflik eksternal melawan penjahat kosmik, melainkan konflik internal para karakternya.

Misi yang awalnya tampak seperti tugas rahasia biasa perlahan berubah menjadi konspirasi besar terkait eksperimen super-serum. Alih-alih bersatu karena kepercayaan, mereka dipaksa bekerja sama karena keadaan.

Di sinilah letak kekuatan film ini, membongkar sisi rapuh, marah, dan manusiawi dari para tokoh yang biasa kita anggap hanya sebagai figuran.

Florence Pugh tampil memukau sebagai Yelena Belova. Ia membawa kedalaman emosional sekaligus humor kering yang membuat karakternya terasa nyata.

Chemistry-nya dengan Sebastian Stan dan David Harbour menambah lapisan manusiawi dalam interaksi mereka. Julia Louis-Dreyfus, meski perannya kecil, berhasil mencuri perhatian sebagai sosok manipulatif dengan ambisi politik berbahaya.

Sinematografi dari Andrew Droz Palermo memberikan kesan suram yang kontras dengan warna cerah khas film Marvel. Musik dari Son Lux memperkuat atmosfer emosional dan ketegangan yang mendalam.

Sutradara Jake Schreier tampaknya sengaja menjauh dari formula Marvel yang sudah dikenal, dan justru menyajikan narasi yang lebih lambat, penuh dialog reflektif, dan fokus pada dinamika antar karakter.

Ulasan awal dari para kritikus menunjukkan respons yang cenderung positif. Rotten Tomatoes mencatatkan skor 88?ri 110 ulasan, menandakan film ini berhasil mengeksekusi pendekatannya yang tidak biasa.

Banyak yang mengapresiasi keberanian Marvel dalam menggarap cerita yang lebih kelam, meskipun ada yang merasa film ini kurang menghadirkan “ledakan” khas film superhero.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya