Kenalan dengan Whisnu Santika, DJ Indonesia di Balik Genre Indonesian Bounce

Whisnu Santika
Sumber :
  • dok pri

VIVA – Di tengah derasnya arus tren musik digital dan siklus viral yang cepat berlalu, DJ dan produser musik elektronik Whisnu Santika memilih untuk tidak larut dalam kebisingan algoritma. Ia lebih memilih pendekatan jangka panjang yang bertumpu pada dua prinsip utama: eksperimen tanpa henti dan refinement yang mendalam. Inilah strategi yang menjadi tulang punggungnya dalam menjaga relevansi di industri musik elektronik yang terus bergerak cepat dan berubah.

Bunga Reyza Daur Ulang Lagu Tahu Diri, Akui Gugup di Awal

Whisnu bukan tipe kreator yang puas dengan formula yang sama. Baginya, eksperimen bukan sekadar mencoba suara baru, tetapi lebih sebagai proses introspektif yang dimulai dari kebosanan terhadap karyanya sendiri.

“Saya selalu mulai dari rasa bosan. Kalau saya bosan dengan sound saya sendiri, berarti waktunya ngulik lagi,” ungkapnya.

Rachel Cia Siap Rilis Lagu Baru yang Terinspirasi Kisah Nyata, Ini Bocorannya!

Dari filosofi tersebut, lahirlah genre unik bernama Indonesian Bounce—sebuah perpaduan antara baile funk, breakbeat, dan energi tropis khas Indonesia yang terus berevolusi.

Eksperimen menjadi bagian yang tak terpisahkan dari setiap rilisan Whisnu. Proyek seperti “Lov3” yang ia garap bersama penyanyi Asia ternama, Sorn, adalah bukti nyata bagaimana musik bisa menjadi jembatan emosional antara audiens Asia dan pasar global. Di sisi lain, Whisnu juga meracik ulang lagu-lagu pop lokal seperti “Mangu” dari Fourtwnty dan “Bagaimana Kalau Aku Tidak Baik-Baik Saja” milik Judika. Dalam versi remix-nya, ia tak sekadar mengganti nuansa, tetapi memberi napas baru tanpa menghilangkan rasa asli lagu tersebut.

Musik Reggae Bangkit! Erick SG Rilis Pelic di Hari Bersejarah

“Saya percaya lagu itu punya banyak versi hidup. Yang penting bukan mengganti, tapi merawatnya dengan sudut pandang baru,” jelasnya.

Namun bagi Whisnu, eksperimen tak akan lengkap tanpa refinement—proses penyempurnaan yang ia anggap sebagai bentuk tanggung jawab terhadap ide. Ia dikenal sangat teliti dalam merevisi proyek musiknya, bahkan hingga belasan kali.

“Refinement itu bukan perfeksionisme. Itu bentuk tanggung jawab terhadap ide. Saya nggak pengin bikin sesuatu yang cuma ‘cukup bagus,’” tegasnya.

Baginya, proses tersebut adalah cara untuk mengasah intuisi serta menjaga kejujuran artistik dalam setiap karya. Salah satu contoh dari kombinasi eksperimen dan refinement adalah lagu “Are You Ready,” kolaborasi bersama Akeey dan Liquid Silva. Di lagu ini, Whisnu tak hanya memikirkan aspek produksi, tetapi juga menyusun struktur musik yang mempertimbangkan flow di lantai dansa, kekuatan pesan lirik, hingga respon dari penonton live. Hasilnya bukan hanya sebuah anthem pesta, melainkan juga manifesto kolaborasi yang saling menghidupkan satu sama lain.

“Saya ingin setiap kolaborasi itu saling menghidupkan, bukan cuma saling menempel,” ujarnya.

Di studio, Whisnu memadukan teknologi analog dan digital dengan pendekatan yang penuh keberanian. Ia tak ragu memasukkan noise, memanfaatkan vokal mentah, atau bahkan membiarkan ketidaksempurnaan hadir dalam lagu-lagunya. Menurutnya, keintiman justru lahir dari keberanian memperlihatkan sisi manusia dalam musik. “Itu yang bikin musik saya terasa dekat, walau beat-nya keras,” katanya.

Pendekatan ini menjadikan Whisnu lebih dari sekadar DJ atau produser. Ia adalah perancang pengalaman suara—seseorang yang tak hanya menciptakan lagu, tetapi juga merancang emosi dalam frekuensi yang mampu menyentuh tubuh dan jiwa.

“Musik elektronik bukan soal loudness, tapi koneksi,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya