Piala Presiden 2025: Saat Sepak Bola Jadi Simfoni Rakyat dan Mesin Ekonomi
- istimewa
VIVA – Di bawah langit senja yang memerah di atas Stadion Si Jalak Harupat, Minggu 13 Juli 2025, teriakan suporter membubung ke udara menyaksikan laga final Piala Presiden 2025, Port FC melawan Oxford United.
Serak, lantang, penuh semangat. Tapi siapa sangka, di sela-sela hiruk-pikuk itu, kehidupan lain sedang tumbuh diam-diam.
Bukan hanya tentang sepakbola. Ini tentang harapan, tentang rakyat kecil yang menggantungkan nafkahnya pada gelombang antusiasme dari lapangan hijau.
Piala Presiden 2025 bukan sekadar turnamen pramusim biasa. Ia telah bertransformasi menjadi panggung kehidupan. Sebuah simfoni rakyat yang tak hanya menggugah emosi, tapi juga menggairahkan ekonomi.
Di setiap sudut stadion, aroma gorengan, kopi hangat, dan sate tusuk menusuk indera. Wajah-wajah lelah para pedagang kaki lima berubah menjadi senyum lebar kala dagangan mereka ludes.
Ketua Steering Committee (SC) Piala Presiden 2025, Maruarar Sirait
- ANTARA/Rubby Jovan
Bagaimana tidak, ini musim libur kompetisi. Setelah Liga 1 musim 2024/2025 berakhir, nyaris tak ada lagi keramaian. Namun, Piala Presiden 2025 datang sebaga 'penyambung nyawa'
Tak seperti event besar yang seringkali eksklusif dan berpihak pada pengusaha besar, Piala Presiden 2025 memberi ruang bagi mereka yang selama ini berada di pinggiran.
Ketua OC Piala Presiden, Arya Sinulingga, menjelaskan bahwa panitia menyediakan tempat khusus bagi para pelaku UMKM, tanpa pungutan biaya.
“Ditempatkan di lokasi yang penontonnya paling banyak, di utara dan selatan. Ada total 100, gratis (sewanya). Di Bandung juga begitu,” kata Arya, dalam nada yang tak bisa menyembunyikan kepeduliannya.
Di Kota Kembang, sebanyak 110 pelaku UMKM terlibat dalam tiga laga awal. Hasilnya mengejutkan: omzet mereka mencapai Rp2 hingga Rp5 juta per hari. Angka yang bagi sebagian orang mungkin kecil, tapi bagi mereka yang hidup dari rupiah ke rupiah, itu adalah napas kehidupan.
“UMKM kita happy,” ujar Maruarar Sirait, Ketua Steering Committee Piala Presiden 2025.
“Artinya rakyat mendapatkan manfaat langsung dari event ini. Ini bukti nyata kalau negara hadir lewat sepak bola.”
Maruarar tak sedang beretorika. Ia berbicara dari hasil pengamatan langsung. Ia melihat bagaimana lapak-lapak kecil dihidupkan oleh antusiasme massa, bagaimana gerobak dorong bisa kembali melaju dengan keyakinan. “Turnamen ini harus bermanfaat bagi rakyat. Tidak hanya sebagai tontonan, tapi juga memberikan peluang ekonomi bagi UMKM,” tegasnya.
Dan memang, geliat ekonomi tak hanya tampak dari sisi pedagang. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang dikenal dekat dengan kehidupan rakyat kecil, menyebut bahwa efek domino dari turnamen ini sangat terasa.
"Manfaatnya kuat sekali. Ada orang datang ke sini, ada uang yang beredar. Hotel-hotel penuh, stadion disewa, transportasi jalan, akomodasi bergerak. Ini jelas memberikan implikasi ekonomi besar," ujar Dedi, sambil menatap kerumunan yang tak henti bergerak.
“Ajang ini memberikan efek ekonomi karena tumbuhnya ekonomi kerakyatan. Di mana para pedagang bisa laku jualannya, angkot-angkot ada penumpangnya, ojek online dan konvensional kebagian narik, tukang sapu ada order-nya, tiket ada bagiannya dan lainnya,” paparnya.
Lalu ia menambahkan, dengan nada haru, “Pada akhirnya saling memberi, bukan dari Jabar ke Jakarta. Hari ini dari Jakarta ke Jabar.”
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Ketua SC Piala Presiden Maruarar Sirait
- ANTARA/Ricky Prayoga
Kalimat itu mengandung makna dalam. Bahwa selama ini pusat dan daerah sering kali tak seimbang dalam menikmati hasil. Tapi lewat sepakbola, jembatan itu bisa terbangun. Lewat bola, daerah bisa tersenyum, rakyat bisa mendapat bagian.
Dan di balik semua itu, ada satu pesan yang terus digaungkan: sportivitas tetap dijaga. Hiburan untuk masyarakat boleh gegap gempita, tapi semangat fair play tak boleh luntur. “Bisa menjadi hiburan masyarakat. Diharapkan ekonomi bergerak, dan sportivitas bisa tetap terjaga,” kata Arya lagi.
Piala Presiden 2025 telah membuktikan bahwa sepakbola bukan sekadar urusan skor dan strategi. Ia bisa menjelma menjadi ruang hidup.
Ia bisa menjadi simpul harapan. Sebuah turnamen yang membangunkan ekonomi kecil, yang memeluk rakyat kecil, dan yang membuat Indonesia merasa utuh—setidaknya untuk sementara waktu.
Dan di tengah sorak-sorai itu, siapa tahu… seorang anak kecil di bangku tribun, yang menonton dengan mata berbinar, sedang memimpikan bukan hanya jadi pemain bola. Tapi juga jadi seseorang yang kelak bisa membawa perubahan dari sebuah stadion kecil di sudut kota.
Kini, Piala Presiden 2025 telah usai. Lampu-lampu stadion telah diredupkan, suara genderang telah berhenti. Port FC keluar sebagai juara, mengukir namanya dalam sejarah.
Namun yang paling berkesan bukan hanya piala yang diangkat tinggi, melainkan jejak-jejak kebahagiaan yang tertinggal di warung-warung kecil, di jalanan, di hati rakyat biasa.
Ajang ini meninggalkan ruang kosong yang hangat di hati para pencintanya. Seolah sebuah lagu indah yang telah selesai diputar, namun melodinya masih terngiang dalam ingatan.
Ada kerinduan yang tumbuh diam-diam—kerinduan akan atmosfer stadion, akan tawa pedagang yang kehabisan dagangan, akan jalanan yang kembali hidup, akan sorak yang menyatukan.
UMKM Piala Presiden 2025
- istimewa
Piala Presiden 2025 bukan sekadar turnamen. Ia telah menjadi cerita. Ia telah menjadi pelukan. Dan saat tirainya ditutup, semua orang tahu satu hal: ajang ini akan dirindukan. Ditunggu untuk kembali digelar. Tahun depan, dan tahun-tahun sesudahnya.
Karena sepak bola, pada akhirnya, bukan hanya milik klub besar atau pemain bintang. Ia adalah milik rakyat. Milik mereka yang menemukan harapan dari setiap sorakan, dan nafkah dari setiap pertandingan.