Ritel Fashion China Hadapi Ancaman Boikot di Tengah Tuduhan Eksploitasi Warga Uighur
- ZDNET
VIVA – Organisasi Save Uyghur, yang didukung oleh organisasi Hak Asasi Manusia 'Justice for All' yang berbasis di Chicago, telah memulai kampanye boikot terhadap toko pakaian online China, Shein, dengan tuduhan bahwa mereka terlibat dalam kerja paksa Muslim Uighur di China.
Seperti dilansir The Hongkong Post, Rabu 17 April 2024, 'Justice for All' mengadvokasi penghentian “genosida China terhadap warga Uighur dan warga Turki lainnya di Turkistan Timur.”
Ketua kampanye Selamatkan Uighur, Arslan Hidayat, mengatakan dugaan penggunaan kerja paksa oleh Shein memperburuk penindasan terhadap masyarakat Uighur.
“Sangat penting bagi umat Islam untuk menggunakan kekuatan konsumen mereka untuk memprotes penggunaan kerja paksa dan untuk menunjukkan solidaritas dengan komunitas Uyghur,” kata Arslan Hidayat seperti dikutip VOA.
“Adalah kewajiban kita untuk memprioritaskan praktik konsumsi yang etis dan mengadvokasi keadilan bagi masyarakat Uyghur,” tambah Hidayat.
China sudah menyangkal adanya kerja paksa di Xinjiang. Namun, penelitian dan laporan selama bertahun-tahun mensinyalir sesuatu yang berbeda.
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, belajar menjahit pakaian, Jumat, 3 januari 2019.
- ANTARA FOTO/M Irfan Ilmie
Menurut penelitian baru yang ditinjau secara eksklusif oleh POLITICO, wilayah Xinjiang di China terus menjadikan anggota kelompok etnis Uyghur melakukan kerja paksa dua tahun setelah laporan PBB yang memerinci merinci praktik pelecehan tersebut.
Temuan penelitian ini kemungkinan akan menekan anggota parlemen negara-negara Barat untuk lebih membatasi impor produk dari Xinjiang.
Penelitian tersebut, yang berfokus pada tahun 2023 dan awal tahun 2024, menambah semakin banyak bukti bahwa China menggunakan kerja paksa dan kamp interniran massal untuk mengendalikan warga Uighur, sehingga meningkatkan tekanan pada Uni Eropa (UE) untuk menyelesaikan rencana pembentukan blok tersebut. Larangan luas terhadap impor produk yang dibuat dengan kerja paksa.
Wilayah Uyghur di barat laut China bersifat otonom karena Partai Komunis China (PKC) secara konsisten menunjuk suku Han China untuk menduduki jabatan sekretaris partai, posisi politik tertinggi.
Uighur secara resmi merupakan 45 persen dari populasi Xinjiang, sementara suku Han Cina berjumlah sekitar 42 persen.
Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang, sebuah unit paramiliter yang mengawasi output ekonomi serta hukum dan ketertiban, telah membedakan wilayah tersebut dari provinsi lain.