Maaf Bu, Saya Memilih Oposisi
- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id – Saat ini semua hiruk pikuk di Kabupaten Pandeglang terasa semarak menyambut pemimpin baru. Dengan menang besar pada perhelatan demokrasi kemarin, pasangan Irna-Tanto membuktikan diri didukung mayoritas masyarakat Pandeglang. Bila merujuk istilah vox populi vox dei tidak akan ada yang menyangkal kenyataan ini. Maka dari itu, mari kita ucapkan selamat.
Hari ini, jam-jam ini, tentu pasangan Irna-Tanto dibanjiri ucapan selamat, dikelilingi tim sukses yang setia, serta mereka yang sumringah hidupnya dapat kembali berkah. Di lain pihak birokrasi mulai kembang kempis menghadapi rencana mutasi yang hampir pasti dilakukan Irna-Tanto sesuai visi mereka sendiri.
Akan menjadi perbincangan yang seru manakala ada birokrat yang tidak pro terhadap Irna-Tanto. Bagaimana nasib mereka kelak, tentu jawabnya ada di tangan orang yang kini sudah resmi menjadi Bupati dan Wakil Bupati itu.
Di antaranya banyak pula mantan aktivis pergerakan yang sekarang bersama Irna-Tanto. Saya tidak ingin menyampaikan streotipe kepada mereka. Dengan menyampaikan bahwa mereka gagal mengemban idealisme yang pernah di usung sebelumnya. Kita semua punya hak berdemokrasi dan mempunyai pandangan sendiri-sendiri. Meski masa lalu dipenuhi perlawanan yang sengit, namun hukum besi “tak ada kawan dan lawan abadi dalam politik” menjadi kenyataan sekarang.
Sekarang, semua orang nampak mengaku “orang” Irna atau “orang” Tanto. Semua seperti melebur dengan kepentingan masing-masing. Ada yang tulus tentu juga ada yang bulus. Bahkan, mereka yang tidak mendukung dan cenderung menjadi lawan politik kemarin, besar kemungkinan akan mengeluarkan kata-kata seperti ini, “fase kemarinkan itu pertarungan politik, saatnya sekarang bersama membangun Pandeglang. Tidak usah diingat masa pertarungan dulu.”
Politik ini memang lucu, seperti memandang diri kita dalam cermin di atas air. Mudah sekali berubah saat gelombang datang dan wajah kita pun terpecah. Semua seperti lupa akan masa lalu yang pernah kita rasakan dan alami bersama. Pada masa itu, kepada suami Ibu Irna sendiri kita mengharapkannya pergi. Bahkan berusaha mati-matian untuk menggulingkannya. Namun sekarang, kita menyambut kedatangannya kembali dengan sukacita. Sejarah itu hanya pengulangan-pengulangan kata Ibnu Khaldun. Memiliki pola yang sama, hanya waktunya saja yang berbeda.