Rumput Keluarga Kami Berwarna Pelangi

Ilustrasi
Sumber :
  • U-Report

"Rumput tetangga memang terlihat lebih hijau," ucap papa. "Ada yang tahu kenapa?" Aku, Siska dan mama saling pandang. Kami diam, tak ada satu pun yang bisa menjawab. "Tak ada yang tahu kenapa?" tanya papa memastikan. "Karena tetangga merawat rumputnya, sedangkan kita hanya bisa memandang saja." Kami tertawa bersama. Lelucon papa menohokku. Aku merasa tersindir, entah dengan Siska. "Papa tahu kalian butuh perhatian, tapi keadaan menuntut papa untuk berangkat pagi-pagi sekali sebelum kalian bangun dan pulang saat kalian terlelap. Beberapa kali papa sudah mengajukan untuk pindah tugas di kantor, tapi pimpinan belum mengabulkan," lanjut papa menjelaskan.

Desa Bukan Hanya Sekadar Desa

Ini semacam klarifikasi menurutku. Mungkin mama menyampaikan semua keluhanku dan Siska kepada papa. "Sampai kapan, Pap?" tanya Siska penuh harap. Papa membelai rambut panjang Siska. "Pimpinan menjanjikan sebulan lagi," jawabnya. "Yaaah! Kok lama banget sih?" gerutu Siska. "Tidak juga," sanggah papa. "Itu waktu yang cukup untuk menambah saldo tabungan papa dari bonus dan lemburan," terangnya lagi. "Papa, uang saja yang dipikirkan," gerutu Siska. "Nyatanya, Siska minta dibelikan motor saja papa tak memberikannya."

"Bukannya papa pelit," sanggah papa. "Tapi saat ini kamu belum membutuhkannya. Mungkin nanti jika usiamu sudah cukup untuk mengajukan kepemilikan SIM," terang papa. "Papamu bisa saja membeli mobil secara kredit seperti Pak Ubay," timpal mama. "Tapi papa sudah memberikan apa yang lebih kalian butuhkan. Papa sudah membeli dua kavling tanah. Satu untuk Dani dan satu untuk Siska."

Aku Akan Tampar Mereka dengan Kesuksesanku

"Hah?" tanpa dikomando aku dan Siska terperangah bersama. "Kok tanah?" protes Siska. "Tanah adalah investasi paling menguntungkan. Kalian boleh mendirikan rumah di atasnya. Jika dijual untuk modal usaha juga boleh. Terserah, itu milik kalian. Tapi jika sudah lunas kreditnya." ucap papa menjelaskan. "Kapan lunasnya, Pa?" tanyaku yang tertarik dengan pemberian papa. "Bulan depan" jawab papa. "Horee!" teriakku senang.

Di benakku terbayang harga tanah yang akan naik berlipat-lipat jika kujual untuk kugunakan sebagai modal usaha setelah lulus kuliah nanti. Mama menggenggam jemari Siska yang masih tak puas dengan kejutan papa. "Rumput tetangga boleh lebih hijau, tapi rumput kita berwarna-warni seindah pelangi. Kita punya konsep yang jelas untuk membangun rumah tangga. Kalian sudah punya bekal untuk masa depan. Kita juga terbiasa hidup sederhana. Jika kelak kalian sukses, papa harap kalian tetap mempertahankan kesederhanaan," ucap papa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Buka Bersama Eratkan Silaturahmi Anggota DN Malut Makassar