Sosok Pengusaha Muda yang Tak Kenal Menyerah
Dengan bermodalkan 10 juta rupiah, ia memberanikan diri untuk terjun ke bisnis kedai tersebut. Dia mendapatkan modal tersebut dari hasil tabungan selama bekerja sebagai editor dan sebagiannya lagi di dapatkan dari hasil pinjaman dari kakaknya.
Awal memulai usaha kedai tidak ada ada halangan yang dihadapi. Dari segi menu makanan hingga menu minuman semua dapat diciptakan dari hasil pemikirannya serta sedikit ide dari temannya. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, usaha kedai ini berjalan lancar bahkan dapat menghasilkan omset hingga 3 juta rupiah dalam sebulan saja.
Memasuki bulan kelima, dia merasakan kedainya mulai sepi pengunjung. Pernah suatu ketika, saat itu jam menunjukkan pukul 3 sore. Fajar bergegas menuju ke kedai untuk menyiapkan dan membukanya. Setelah sampai dan selesai membereskan semuanya, kemudian dia membuka kedainya tersebut. Tak terasa hampir 6 jam ia menunggu pengunjung datang untuk sekadar nongkrong di tempatnya. Namun, pembeli tak kunjung datang juga.
“Saat itu waktu menunjukkan hampir jam 10 malam. Saya merasa lelah karena tidak ada seorang pengunjung pun yang datang,” ujar Fajar. Karena sudah jenuh menunggu dan sepi pengunjung, kemudian dia memutuskan menutup kedainya dan bergegas pulang ke rumah dan membukanya lagi esok hari.
Keesokan harinya saat matahari sedang tinggi dan teriknya, dia berangkat menuju ke kedai berinisiatif untuk membuka kedai lebih awal dari jam buka sebelumnya. Seusai buka kembali, dia pun menunggu pembeli datang. Namun, nasib berkata lain, kedainya kembali sepi tanpa seorang pengunjung yang datang. Pulanglah ia dengan tangan kosong hari ini. Keesokan malamnya, rutinitas tersebut kembali dilakukannya.
Cuaca sedang hujan dengan lebatnya, kilatan-kilatan petir menyambar memecah suasana keheningan malam. Hanya segelas kopi penghalau ngantuk sekaligus peneman sepi di malam itu. Seperti biasa, tak seorangpun yang datang mengunjungi kedainya. Raut wajahnya pun terlihat sedih dan lesu karena tak sepeser pun uang yang didapatkan.
Untuk menutupi kekosongan kas dan menutupi ongkos belanja kebutuhan makanan di kedainya, akhirnya dia memutuskan untuk gulung tikar. Dan menjual semua peralatan serta bahan-bahan makanan dan minuman kepada orang lain. Tak lama kemudian, hutangnya mulai membengkak karena menutupi kas serta ongkos setiap hari untuk berangkat menuju kedai.