Apakah Wartawan Masih Diperlukan di Era Digital?
- vstory
VIVA - Sejak "terpaksa" pensiun dini sebagai wartawan koran harian karena medianya dijual 2014, saya beralih menulis di blog, media personal, dan bergabung dengan komunitas blogger.
Alhamdulillah cukup enjoy. Bahkan saya lebih sibuk menerima undangan, turun ke lapangan dan jalan-jalan ke mana-mana, ikut lomba menulis blog, diminta mengisi materi bagaimana teknik menulis di media cetak, media online dan media sosial di acara pelatihan menulis.
Dr. H. Kamsul Hasan, S.H, M.H, dosen di IISIP Lenteng Agung Jakarta pada sebuah seminar wartawan hiburan (musik) mengatakan, apakah wartawan masih dibutuhkan atau blogger lebih diutamakan di era digital?
"Pada saatnya nanti tergantung pesan apa yang akan disampaikan," jelas pakar Penulisan Pemberitaan Ramah Anak yang dimotori oleh Kementerian PPPA RI dan Dewan Pers.
Wartawan karena keterbatasan dan adanya proses jurnalistik, kata Kamsul Hasan, sulit untuk menulis berita promo panjang kali lebar sehingga menjadi luas. Berbeda dengan blogger yang menulis dan langsung menurunkan sendiri karyanya.
"Saya contohkan ketika ingin menyampaikan pesan yang berbau promo lebih baik mengundang blogger Kompasiana dari pada wartawan Kompas," kata Ketua Bidang Kompetensi Wartawan pada PWI Pusat ini.
Persoalan lain dihadapi wartawan hiburan adalah lahirnya media komunitas yang menjadi rujukan para penggemar. Jumlah pengunjungnya bisa mencapai jutaan orang.
Blogger Lebih Luwes
Seperti yang disampaikan bang Kamsul Hasan, sebagai blogger saya lebih luwes menulis sesuatu yang kental promosinya (iklan) di blog, dibanding ketika masih wartawan cetak.
Kecuali, kalau memang ada perjanjian, kesepakatan, bahwa yang mau ditulis itu adalah pariwara, iklan sponsor, advetorial.
Di dunia blog, juga diperlukan tulisan model story' telling (feature, gaya bertutur). Nah, ini menguntungkan saya sebagai blogger berlatar belakang wartawan. Sebab, tulisan feature, adalah makanan sehari-hari saya di surat kabar.
Satu topik atau tema berita dan peristiwa, bisa saya tulis secara bersambung di koran. Tiap hari berseri, minimal seminggu berturut-turut.
Cuma satu hal, menulis di blog (juga di media online), kita diawasi UU ITE. Salah tulis dan bikin masalah, bahaya, risiko penjara. Artinya lebih super hati-hati dibanding menulis di koran cetak, juga sebagai wartawan).