Nggusu Waru: Karakter Kepemimpinan Masyarakat Bima

Foto, radiomataram.com
Sumber :
  • vstory

Budaya lokal sangat erat kaitannya dengan nuansa filosofis. Nggusu Waru dalam bahasa Bima berarti: nggusu “sudut, persegi” dan waru “delapan”, dengan kata lain, delapan dimensi yang berisi nilai moral, budaya, dan agama. Nggusu Waru merupakan sifat yang harus dimiliki dan diterapkan oleh raja/sultan ketika memimpin. Konsep Nggusu Waru lahir setelah Islam hadir di Bima, bukan syarat untuk menjadi raja dan sultan, sebab raja sudah ada sesuai turunan lurus, tetapi Nggusu Waru sebagai penetapan sifat atau karakter.

Galaksi Bima Sakti Disesaki 50 Miliar Planet

Nggusu Waru dijadikan sebagai tuntunan sultan, perangkat istana dan pejabat lainnya dalam memimpin dan melaksanakan tugas. Tak hanya itu, isi Nggusu Waru pun dijadikan pegangan bagi masyarakat. Dengan demikian, sultan dalam memimpin dan melaksanakan tugasnya, sesuai dengan kehendak dan harapan masyarakat yang dipimpin (Hasnun, 2021: 10).

Secara konseptual, filosofi Nggusu Waru diambil dari nilai-nilai universal agama Islam, yang kemudian diungkapkan melalui bahasa Bima sebagai perwujudan budaya, agar dapat dipahami oleh masyarakat secara praktis. Sehingga dalam menjalani kehidupannya, masyarakat Bima diharapkan selalu memegang prinsip-prinsip universal Islam yang terkandung dalam konsep Nggusu Waru, misalnya: matoa di Ruma, loa ro bade, londo dou, ruku ro rawi, mantiri nggahi kalampa, mapoda nggahi paresa, mbani ro disa, tenggo ro wale.

Honda Kembali Berikan Diskon untuk Motor Listrik

Menurut beberapa pakar, secara redaksional berbeda, namun tetap tertuju pada makna yang sama (Malingi, 2021: 62). Secara umum nilai-nilai tersebut memiliki makna, yaitu: taat kepada Allah dan Rasul (takwa), berilmu, keturunan orang baik, jujur, adil, mengayomi dan memberikan teladan melalui ucapan dan sikap, berani bertanggung jawab, sehat jasmani rohani.

Penjelasan tersebut mengisyaratkan bahwa Nggusu Waru merupakan nilai yang harus dimiliki oleh masyarakat Bima khususnya pemimpin, baik di tingkat bawah maupun di tingkat atas. Pertalian etika agama dan budaya yang terkandung dalam konsep Nggusu Waru mengingatkan masyarakat Bima agar menjaga keimanan dan ketakwaan kepada Allah, memiliki pemahaman yang mendalam tentang kehidupan, jujur dan adil, menjaga hubungan baik antar sesama dengan bertanggung jawab atas kepentingan umum, karena yang terpenting bagi pemimpin adalah menjalankan amanah terhadap orang yang dipimpinnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Prabowo Bakal Lantik Komite Reformasi Polri Pekan Depan
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.