Nakba dan Skat Kemanusian Palestina

TAJUS SYAROFI
Sumber :
  • vstory

VIVA – Konflik Israel Palestiana merupakan konflik terpanjang dalam sejarah peradaban dunia. Para pakar  menilai, konflik itu bukanlah perang militer, melainkan operasi pendudukan dan pembantaian rakyat Palestina. Omer Bartov seorang Profesor Studi Holocaust dan Genosida di Universitas Brown mengatakan, bahwa konflik yang terjadi di Gaza merupakan genosida. Lebih dari 40.000 rakyat Palestina yang didominasi oleh warga sipil, perempuan, dan anak-anak tak berdosa dibantai oleh militer Israel.

Mengapa Palestina Harus Merdeka?

Tak hanya itu, seluruh properti  dihancurkan, rumah-rumah, tempat ibadah, sekolah, bahkan rumah sakit sekalipun hancur tak tersisa, inilah kejahatan yang mengerikan. Francesca Albanese, seorang pengacara, peneliti, dan penulis hak asasi manusia dan sudah 20 tahun dia berkiprah sebagai pakar HAM untuk PBB, dengan lantang ia menentang genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina khususnya di Jalur Gaza.

Sikapnya terkonfirmasi dalam “Anatomy of a Genocide” pada Juli 2024 dan “Genocide as Colonial Erasure” pada Oktober 2024 lalu. Bahkan, para pakar PBB menuduh Israel telah melakukan genosida dan kekerasan seksual, tuduhan itu disampaikan dalam laporan terbaru yang dirilis oleh Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB di Wilayah Palestina yang Diduduki, termasuk Yerusalem Timur, dan Israel (Reuters, 2025).

Antara Dukungan dan Keberlanjutan Ekonomi Lokal

Penilaian itu juga muncul dari tokoh spiritual dunia. Paus Fransiskus menyerukan ada satu investigasi mendalam terkait dengan invasi Israel terhadap Palestina, ia mengatakan beberapa ahli hubungan internasional menilai apa yang sedang terjadi di Gaza punya karakteristik yang sama dengan genosida. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI Sudarnoto Abdul Hakim, mengatakan serangan Israel ke Gaza sebagai genosida, karena menghancurkan segala aspek kehidupan di Gaza, mulai dari komunikasi, blokade bantuan, medis, hingga listrik. Ini merupakan skat kemanusiaan dan penjara terbesar di dunia.

Sangat naif jika konflik itu dikatakan perang. Perang mempunyai batasan dan aturan hukum yang kita kenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional (HHI) yang bertujuan untuk membatasi mekanisme, sarana berperang dan memberikan perlindungan kepada rakyat yang tidak terlibat, seperti warga sipil dan personel medis. Hal itu terdapat pada poin-poin Hukum Den Haag, Konvensi Jenawa, dan Protokol Tambahan Konvensi.

Kegagalan Hukum Internasional dalam Menghadapi Kejahatan Perang Israel

Peristiwa Nakba 1948

Seperti diketahui, penduduk Palestina terdiri dari Muslim Arab, Kristen, dan komunitas Yahudi. Sebelum peristiwa 15 Mei 1948 atau yang sering disebut dengan “Nakba”, mereka  menjalin kehidupan secara normal, damai, dan saling menghormati.

“Nakba” berasal dari bahasa arab yang artinya bencana atau malapetaka. Hal itu merujuk pada peristiwa pembunuhan dan pengusiran ribuan rakyat Palestina oleh pendudukan Zionis Israel. Sedikitnya 750.000 warga Palestina diusir dari rumah dan tanah mereka, dan kehilangan 78 persen wilayahnya.

Bagi rakyat Palestina, peristiwa Nakba bukanlah peristiwa sejarah, melainkan perampasan dan kejahatan Zionis atas bangsanya. Peristiwa itu berlangsung sampai saat ini, dan dunia hanya seakan diam menyaksikanya. Pada akhir abad 19, terjadi anti-semitisme terhadap komunitas Yahudi di Eropa sehingga mereka migrasi secara besar-besaran ke Palestina, tanah yang menurut keyakinan mereka adalah tanah yang dijanjikan.

Deklarasi “Balfour” tahun 1917 merupakan dukungan Inggris terhadap Yahudi untuk menduduki wilayah Palestina dengan medirikan rumah nasional. Hal itu memicu migrasi yang lebih besar dan memperkuat Zionis  untuk mendirikan Negara di tanah Palestina dengan cara pembunuhan dan pengusiran rakyat Palestina. Cara-cara itu terus dilakukan oleh Zionis sampai hari ini. Meletusnya peristiwa Oktober 2023 sampai sekarang merupakan kilas balik Nakba. Sudah Lebih dari setahun Zionis memporak porandakan Palestina. meskipuan sudah beberapa kali gencatan senjata, seringakali Zionis melanggar dengan dalih pelanggaran kelompok Hamas dalam pembebasan Sandra.

Paling mutakhir, dengan dukungan Amerika dan Negara-negara Eropi Zionis berambisi menguasai Gaza sepenuhnya. Hal ini ditegaskan Menteri Pertahanan Israel Katz dalam sebuah pernyataan. Ia mendesak warga Gaza untuk melenyapkan Hamas dan memulangkan sandera Israel sebagai satu-satunya cara untuk mengakhiri perang. Dalam waktu yang bersamaan, Zionis dengan brutal membunuh setiap orang dalam jangkauanya.

Mempertajam Diplomasi Indonesia

Sejak presiden pertama Ir. Soekarno, Indonesia mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Apalagi Indonesia merupakan Negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di Indonesia, tentu mempunyai empati dan persaudaraan yang mendalam, ditambah Palestina-lah Negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Perjuangan Indonesia terhadap Palestina tidak diragukan, karena ini bukan sekedar konflik agama, namun ada skat kemanusiaan di Gaza Palestina. Beberapa lembaga kemanusiaan yang didirikan Indonesia seperti Medical Emergency Rescue Committe (MER-C), Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), Dompet Dhuafa (DD), Komite Indonesia Solidaritas Palestina (KISPA), Baznas, Aksi Cepat Tanggap, Lazimu, dan masih banyak lembaga-lembaga kemanusiaan lainya, merupakan bentuk komitmen bangsa Indonesia terhadap issu kemansiaan di Palestina.

Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 45 alinea pertama, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan". Pernyataan ini menegaskan bahwa penjajahan adalah tindakan yang tidak dapat diterima karena bertentangan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan dan keadilan yang seharusnya berlaku di seluruh dunia. 

Strategi diplomasi yang dijalankan juga menunjukan betapa Indonesia berdiri digaris terdepan membela rakyat Palestina. Sebagai Middle Power Indonesia terus aktif berkontribusi baik tingkat regional maupun global. Di berbagai forum internasional seperti PBB, OKI, Indonesia menyerukan solusi dua negara dengan memberikan kemerdekaan penuh bagi Negara Palestina, hal ini merupakan satu-satunya opsi bagi proses perdamaian, meminta PBB agar bertindak nyata dalam menyelesaikan isu Palestina dan kekerasan Zionis terhadap rakyat Palestina.

Nakba sudah berlalu, tapi kini rakyat Palestina masih meratapinya, bahkan jauh lebih pedih. Hari ini tepat tanggal 15 Mei merupakan titik balik malapetaka yang terjadi tahun 1947 silam. Kita sebagai bangsa Indonesia tentu berharap kepada Presiden Prabowo untuk lebih proaktif dalam membela kedaulatan rakyat Palestina seperti seruan Bung Karno “selama bangsa Palestina belum disersahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajah Israel” (Bung Karno 1962).

Atas kekajamanya, Afrika Selatan menyeret Israel dan Netanyahu ke International Court of Justice (IJC) di Den Haag dengan tuduhan melakukan serangan di Gaza, mencakup dugaan pelanggaran Konvensi Genosida dan pendudukan ilegal. ICJ telah mengeluarkan beberapa putusan sela, termasuk perintah untuk menghentikan serangan di Rafah dan tindakan pencegahan lainnya. Penduduk Israel di wilayah Palestina juga dinyatakan sebagai pelanggaran hukum internasional oleh ICJ. Faktanya Zionis membangkang, sampai detik ini masih melakukan kejahatanya yang sama. Membunuh, menculik, merampok, dan mengusir rakyat palestina.

Terlepas dari itu, Keberanian Afrika Selatan patut dicontoh Negara-negara anti neo-kolonialisme termasuk Indonesia. Louise Diamond dan John W. McDonald dalam bukunya berjudul Multi-Track Diplomacy: A System Approach to Peace ,1996, menjelaskan berbagai Jalan diplomasi menuju perdamaian. Selain diplomasi kemanusiaan, Indonesia juga harus menggalang semua Negara terutkama yang tergabung dalam OKI untuk memberikan masukan hukum untuk advisory opinion kepada ICJ.

Melalui Menlu, Indonesia harus terus berjuang lebih keras. Melakukan komunikasi, diskusi dengan berbagai pihak baik Negara-negara, PBB, maupun pakar hukum Internasional terkait konteks legal isu perang  Palestina-Israel. Meskipun Indonesia telah menyampaikan sikap tegas dalam pernyataan tulisan dan lisan kepada ICJ untuk menyusun advisory opinion soal pelanggaran hukum internasional oleh Israel, namun Indonesia tidak boleh lengah terkait issu ini. Inilah jalan yang harus ditempuh oleh bangsa-bangsa anti kolonialisme.

Walhasil, semoga Indonesia tetap berdiri tegak untuk membela Palestina dengan berbagai caranya. Dan semoga Rakyat palestina mendapatkan hak kedaulatan sebagai Negara yang merdeka. NAKBA DAY 15 Mei 2025! (Tajus Syarofi, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.