Menag Nasaruddin Umar Dorong Tafsir Quran yang Adaptif pada Perkembangan Zaman

Menag Nasaruddin Umar
Sumber :
  • Dok. Istimewa

Jakarta, VIVA – Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengajak terutama para ulama dan juga akademisi, membuka ruang tafsir yang lebih adaptif pada perubahan zaman, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan.

Itu disampaikan Menag saat membuka International Conference on Islamic Ecotheology for the Future of the Earth (ICIEFE) 2025 dan Kick-Off for the Refinement of MoRA’s Qur’anic di Jakarta, Senin malam 14 Juli 2025.

Kementerian Agama (Kemenag)

Photo :
  • Istimewa

Dijelaskan Menag, dalam ilmu antropologi, ada konsep yang dikenal sebagai cultural rights atau hak budaya. Setiap bangsa, lanjut dia, punya hak budaya dalam membaca dan menafsir kitab suci umat Muslim di dunia, bukan saja bangsa Arab. Untuk itu, penafsiran terhadap kitab suci perlu mempertimbangkan konteks lokal agar lebih relevan dan membumi.

“Jadi, ada hak budayanya orang Arab memahami Al-Qur’an berdasarkan perspektif budaya Arabnya. Tapi kita juga di Indonesia punya hak budaya untuk menafsirkan Al-Qur’an menurut perspektif budaya kita,” jelas Menag Nasaruddin.

Kemampuan bahasa dalam meahami teks, juga ditekankannya. Lanjut Menag, bahasa Indonesia punya jumlah kosakata yang terbatas bila dibanding bahasa lain, sehingga dapat menimbulkan banyak cabang pemahaman dalam menafsirkan kitab-kitab keagamaan.

“Bahasa Indonesia itu bahasa yang terbatas kosa kata, sehingga juga terbatas dalam menafsirkan kitab-kitab agama. Ini yang menjadikan kita salah memahami agama karena kesalahan berpikir yang hanya meng-copy-paste penafsiran dari orang lain, padahal mereka berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dengan kita,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, mengutip pandangan seorang cendekiawan Muslim. Dimana dikatakan bahwa umat Islam hidup dalam peradaban teks atau nash. Artinya, semua hal sering dikembalikan kepada Al-Qur’an dan hadis sebagai rujukan utama.

Menag Nasaruddin Umar tinjau jemaah di hotel untuk keberangkatkan ke Arafah

Photo :
  • Haris Fadhil/MCH 2025

Meski demikian, ia mengingatkan kembali kalau ada teks-teks tafsir dan fikih yang tidak selalu relevan dengan tantangan zaman.

“Konferensi ini menjadi titik awal bagi Kementerian Agama (Kemenag) dalam menyusun tafsir Al-Qur’an yang lebih relevan dengan isu-isu kontemporer, khususnya terkait isu lingkungan. kami berharap tafsir baru ini dapat memperkuat peran agama dalam menjawab persoalan global melalui pendekatan yang kontekstual dan inklusif,” jelas Abu.

Konferensi ini dalam rangka tindak lanjut Deklarasi Istiqlal 2024. Dimana ditegaskan di sana pentingnya Pancasila sebagai landasan filosofis dalam membangun etika bumi dan solidaritas ekologis lintas iman.

“Konferensi ini akan mendorong lahirnya kebijakan dan aksi sosial yang tidak hanya berbasis teknokrasi, tetapi juga nilai-nilai spiritual,” tutup Abu.

Ilustrasi Pedagang Al-Quran (Doc: Middle East Eye)

Photo :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Konferensi yang digelar selama pada 14–16 Juli 2025 itu menjadi penutup rangkaian kegiatan Peaceful Muharam 1447 Hijriah yang telah dimulai sejak 22 Juni 2025. Acara tersebut melibatkan unsur pemerintah, akademisi dalam dan luar negeri, masyarakat sipil, media, generasi muda dari pesantren, universitas, hingga komunitas lingkungan.

Selain menjadi forum dialog, momen ini juga menandai dimulainya tahapan penyempurnaan tafsir Al-Qur’an versi Kemenag melalui Kick-Off for the Refinement of MoRA’s Qur’anic. Proses penyempurnaan ini diarahkan untuk menghasilkan tafsir yang tidak hanya sahih secara teologis, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai kebangsaan, keberagaman budaya, serta tanggap terhadap persoalan kemanusiaan dan lingkungan hidup.