Co-Payment Asuransi Kesehatan Swasta Bagi Pekerja Bisa Dibayar Perusahaan, Begini Penjelasan OJK
- freepik.com/jcomp
Jakarta, VIVA – Skema co-payment atau pembagian risiko sebesar 10 persen kepada pemegang polis dari total pengajuan klaim asuransi kesehatan swasta berlaku mulai 1 Januari 2026. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerangkan, aturan itu berlaku bagi roduk asuransi yang dikeluarkan pada saat aturan itu diterapkan. Namun bagi para pekerja, OJK mejelaskan skema co-payment itu bisa ditanggung oleh perusahaan tempat dia bbekerja.
"Iya (co-payment karyawan bisa ditanggung perusahaan). Jadi kita minta asuransi untuk kerja sama dengan perusahaan," ujar Deputi Komisioner Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila saat diskusi dengan media massa di Jakarta, dikutip Jumat 13 Mei.
Anggota DK OJK Ogi Prastomiyono.
- Raden Jihad Akbar/VIVA.
Namun demikian, Iwan menjelaskan ada batasan tertentu co-payment yang dibebankan ke perusahaan. Hal ini tergantung kesepakatan antara perusahaan asuransi dan perusahaan pemberi kerja.
Sebagai contoh, dalam setahun perusahaan hanya menanggung co-payment yang seharusnya dibayar karyawan sebanyak tiga kali. Jika melebihi itu, karyawan harus membayar sendiri co-payment saat berobat jalan atau rawat inap di rumah sakit.
"Kalau sekarang kan enggak. Misalnya nanti pekerja protes, itu sudah dibayar (perusahaan) masa ada co-payment lagi? Yang peserta nggak tahu adalah, sebenarnya premi ke badan usahanya juga sudah lebih murah. Jadi memang harus diskusi perusahaan dengan asuransinya," jelasnya.
Iwan juga menjelaskan, skema co-payment sebenarnya bisa menurunkan inflasi medis di Indonesia yang saat ini sangat tinggi, yakni 10,1 persen di 2024 dan diperkirakan mencapai 16,5 persen di 2025. Sementara rata-rata inflasi media global sebesar 6,4 persen di 2024.
Anggota DK OJK Ogi Prastomiyono.
- Raden Jihad Akbar/VIVA.
Tak hanya itu, skema co-payment juga akan mendorong penurunan premi yang dibayar pemegang polis.
"Misalnya inflasi medis itu kan 16,5 persen tahun 2025 polisi. Kalau ditambah dengan inflasi umum mungkin sekitar 20 persen. Jadi kalau diturunkan kasar, premi itu harusnya naik 20 persen. Nah dengan co-payment, naiknya nggak 20 persen, mungkin 10-15 persen," tambahnya.
Dalam beleid tersebut, co-payment yang ditetapkan sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim, dengan batas maksimum Rp 300.000 untuk klaim rawat jalan dan Rp 3 juta untuk klaim rawat inap.