Realita Pahit 'Sarjana Baru', Kesulitan Mencari Pekerjaan di Tengah Pasar Kerja yang Lesu
- Pixabay/McElspeth
Jakarta, VIVA – Setiap tahun, ribuan mahasiswa di Amerika Serikat menyelesaikan pendidikan tinggi mereka dengan harapan besar untuk memasuki dunia kerja dan memulai karier yang gemilang. Namun, kenyataan yang mereka hadapi sering kali jauh dari harapan.
Lulusan baru saat ini dihadapkan pada tantangan besar untuk mendapatkan pekerjaan penuh waktu, dengan tingkat pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode dekade terakhir.
Fenomena ini menjadi sorotan para analis dan ekonom, mengingat pasar kerja bagi lulusan baru justru mengalami penurunan signifikan sejak pandemi Covid-19. Faktor-faktor ekonomi makro, perubahan kebijakan, hingga kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) turut memperumit situasi.
Bagaimana sebenarnya kondisi pasar kerja bagi lulusan perguruan tinggi baru di AS? Berikut ulasan lengkapnya, seperti dirangkum dari The Star, Senin, 11 Agustus 2025.
Tingkat Pengangguran Lulusan Baru Terus Meningkat
Ilustrasi pengangguran.
- Freepik
Mengutip data resmi, tingkat pengangguran untuk lulusan baru di AS saat ini mencapai 5,8%, angka tertinggi sejak November 2013 jika tidak menghitung 15 bulan masa pandemi Covid-19. Salah satu job seeker, Rebecca Atkins, merupakan lulusan jurusan hukum dan keadilan pada 2022, dan telah mengajukan lebih dari 250 lamaran kerja dalam dua tahun terakhir. Namun, dia masih gagal mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Bukan hanya angka pengangguran yang tinggi, tapi situasi ini juga unik karena tingkat pengangguran lulusan baru justru lebih tinggi dibandingkan angka pengangguran nasional yang stabil di kisaran 3,5% hingga 4% setelah pandemi.
Kondisi ini menunjukkan adanya kesulitan khusus bagi para lulusan baru memasuki pasar kerja, terutama di sektor teknologi, keuangan, dan bisnis yang biasanya menjadi tempat mereka berkarier.
Pasar Kerja Lemah, Penurunan Lowongan Kerja hingga 16%
Menurut Gusto, perusahaan penyedia data penggajian, perekrutan untuk lulusan baru menurun 16% sepanjang 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Matthew Martin, ekonom senior di Oxford Economics, menyebut tren ini sebagai dampak perlambatan pasca-pandemi dan ketidakpastian ekonomi di awal masa pemerintahan Presiden Donald Trump.
Selain itu, lowongan kerja di bidang jasa profesional dan bisnis turun lebih dari 40% sejak 2021. Martin mengaitkan penurunan ini dengan efek dari perkembangan AI yang mulai menggantikan beberapa posisi entry-level.
Biaya Pendidikan Tinggi yang Mencekik dan Utang Mahasiswa
Amerika Serikat dikenal sebagai negara dengan biaya pendidikan universitas yang sangat tinggi. Rata-rata biaya kuliah sarjana mencapai US$27.673 per tahun atau sekitar Rp451 juta (kurs Rp16.300). Di sisi lain, 36,3% mahasiswa mengambil pinjaman federal untuk membiayai pendidikan mereka, dengan rata-rata utang pinjaman mahasiswa saat lulus sebesar US$29.550 atau setara Rp481 juta.
Beban utang ini semakin memberatkan lulusan baru yang belum mendapatkan pekerjaan tetap. Katie Bremer, lulusan dual-degree bidang Ilmu Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat tahun 2021, membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk mendapatkan pekerjaan penuh waktu di luar bidangnya dan masih harus bekerja sambil mengasuh anak untuk menambah penghasilan.
Masa Depan yang Masih Sulit dan Perlu Adaptasi
Para analis memprediksi pasar kerja untuk lulusan baru kemungkinan akan semakin sulit sebelum membaik. Beberapa mahasiswa mungkin perlu mempertimbangkan memilih jurusan yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar yang berubah cepat.
Kondisi pasar kerja yang menantang dan biaya pendidikan yang tinggi membuat lulusan baru di Amerika Serikat menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Adaptasi, pengembangan keterampilan, dan pemilihan jurusan yang tepat menjadi kunci penting agar mereka dapat bersaing dan mengurangi tekanan finansial akibat utang pendidikan.