Deklarasi Lembaga Pemerhati Pajak Indonesia (LPPI) Soroti Rasio Pajak RI Stagnan 12% PDB

Ilustrasi Pajak
Sumber :
  • pexels.com/Nataliya Vaitkevich

Jakarta, VIVA – Lembaga Pemerhati Pajak Indonesia (LPPI) telah mendeklarasikan sebagai lembaga pengawasan independent, transparan, dan berintegritas atas kebijakan, insentif, serta praktik perpajakan. 

Kata dia, LPPI akan menjadi garda terdepan dalam berbagai upaya mengatasi potensi terjadinya kebocoran pajak di Indonesia sesuai yang menjadi mandat Asta Cita di Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Ketua Umum LPPI, Harianto Minda mengatakan rasio pajak Indonesia masih stagnan di kisaran 12% PDB, jauh di bawah rata-rata kawasan Asia Pasifik sekitar 19-20%. 

Di sisi lain, kata dia, belanja perpajakan (tax expenditure) mencapai Rp 362,5 triliun pada 2024 atau 1,73% PDB, namun efektivitasnya dalam mendukung pembangunan dan investasi produktif masih dipertanyakan. 

“Belum lagi, tingkat kepatuhan pajak badan usaha sangat rendah hanya sekitar 6% dari total wajib pajak badan yang melaporkan SPT tahunan pada 2024 dan praktik perencanaan pajak yang agresif terus terjadi, termasuk melalui transfer pricing, alih aset, maupun penyalahgunaan fasilitas insentif,” kata Harianto melalui keterangannya pada Selasa, 9 September 2025.

Sementara Anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro menjelaskan bahwa keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan yang adil, transparan, dan akuntabel. 

“Pajak merupakan instrumen utama dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, namun keadilan fiskal hanya dapat terjamin apabila hak-hak wajib pajak dilindungi secara penuh oleh negara. Maka dari itu pada prinsipnya kami mendukung berdirinya Lembaga Pemerhati Pajak Indonesia,” jelas dia.

Selanjutnya, Staf Ahli Jaksa Agung, Masyhudi mengatakan memang dari sisi kebijakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini muncul sejumlah kasus cukup ramai seperti kasus Bupati Pati yang mengeluarkan kebijakan pajak dan retribusi daerah, karena dinilai tidak berdasar kajian akademik, bahkan tumpang tindih dengan regulasi pusat.

“Pada prinsipnya, kami mengajak untuk seluruh lapisan masyarakat melalui LPPI ini untuk saling mengawasi, agar integritas dan kepercayaan publik kita terhadap mekanisme perpajakan kita juga baik,” imbuh Masyhudi.

Di samping itu, praktisi pajak profesional sekaligus COO Pajakind, Abdul Ghofur menyoroti aspek bagaimana mekanisme pajak PBB P5L ini dapat dilaksanakan secara akuntabel dan optimal. 

“PBB P5L secara simultan menyokong tidak hanya pada basis pembangunan nasional, melainkan juga pembangunan daerah potensial di Indonesia,” pungkasnya.